Jejak Muhammadiyah Masa Belanda

SERIKAT ISLAM POETIH ( S.I.)

di Kepanjen Malang

Langgar ardiredjo, sekarang menjadi Masjid Nurul Hidayah

Sebuah laporan diposting dari pertemuan publik 18 Janauri 1923 "S.I. Poetih" yang diadakan di Kepandjen, yang dihadiri oleh 800 orang dan di bawah arahan Wondokoesoemo dari Malang, Sangadjie dari Surabaya, Sastroatmodjo dari Pasoeroean, H. Achwan dari Kepandjen dan Moch. Djen dari Malang. Sangadji menyatakan dalam pidatonya bahwa, gerakan nasionalisme adalah yang paling penting bagi Indonesia, sehingga pertimbangan agama dalam S.l. harus mengalah, pembicara yakin bahwa seluruh rakyat Indonesia, dari ras apa pun, telah ditindas keberadaannya oleh keserakahan Barat, oleh karena itu dia berharap bahwa S. I. akan bekerja sama dengan asosiasi politik lainnya. Sastroatmodjo menguraikan tentang modal Barat, terutama ibu kota Belanda yang datang ke sini di Indonesia untuk mengangkut produk-produk dari Indonesia ke tanah air untuk kepentingan rekan senegaranya.

H. Achwan mengetahui kemunduran S. I. Kepandjen dalam memimpin, yang tidak Islami. Seorang guru Moehammadijah, Susantianjo, menyatakan perlunya jadi seorang kasatria, diteruskan teriakan keras: 'hidup Sarikat-Rajat'. Pembicara ini mengatakan bahwa gerakan nasionalis tentu saja tidak dapat mencapai tujuannya, karena rakyat Indonesia ditindas oleh kapitalisme internasional, dan sejauh menyangkut kerja sama yang dibayangkan oleh Sangadjie, itu tidak akan membuahkan hasil, karena Konsentrasi Radikal masa lalu juga telah hancur (tepuk tangan).

Sastroatmodjo menyatakan bahwa kedatangan Belanda ke sini tidak didasari oleh alasan nasionalistik, melainkan semata untuk mengisi brankas mereka sendiri. Dalam kepemimpinan S. R. Kepandjen, diperlukan orang yang loyal dan berfikir cemerlang, mengingat kurangnya kepercayaan dari orang-orang Kepandjen terhadap H. Achwan. Terdapat fanatik di antara para pemimpin S. I. Dalam tindakan yang mempertimbangkan baik bagian luar maupun bagian dalam, pembicara Susanijo menyatakan keinginannya untuk menjadi pelayan Moehammadijah. Pidato S. I. dijawab oleh S. I., namun ketika dia meminta untuk berbicara lagi, permintaannya ditolak dan debat pun ditutup. Meskipun sebuah dewan dipilih untuk S. I., presiden terpilih H. Damanhoeri saat itu tidak hadir dalam pertemuan tersebut dan tidak mendukung S. I. Alkani, wakil presiden terpilih, juga tidak hadir. Sekretaris S. I. adalah Wondokoesoemo, yang sebelumnya dikenal dengan nama Singosari. Selanjutnya, topik pembahasan adalah mempertahannkan kesatuan Moehammadijah.

Pada tanggal 18 Januari, sebuah laporan diposting mengenai pertemuan publik "S.I. Poetih" yang diadakan di Kepandjen dan dihadiri oleh sekitar 800 orang, yang dipimpin oleh Wondokoesoemo dari Malang, Sangadjie dari Surabaya, Sastroatmodjo dari Pasoeroean, H. Achwan dari Kepandjen, dan Moch. Djen dari Malang.

Dalam pidatonya, Sangadjie menyatakan bahwa gerakan nasionalisme adalah hal yang paling penting bagi Indonesia, sehingga pertimbangan agama dalam S.l. harus dikalahkan. Ia yakin bahwa seluruh rakyat Indonesia, dari ras apapun, telah ditindas keberadaannya oleh keserakahan Barat. Oleh karena itu, ia berharap bahwa S. I. dapat bekerja sama dengan asosiasi politik lainnya.

Sastroatmodjo menguraikan tentang modal Barat, terutama ibu kota Belanda yang datang ke Indonesia untuk mengangkut produk-produk dari Indonesia ke tanah air untuk kepentingan rekan senegaranya.

H. Achwan mengetahui kemunduran S. I. Kepandjen dalam memimpin, yang tidak Islami. Seorang guru Moehammadijah, Susantianjo, menyatakan bahwa aksi yang terutama ditujukan untuk mengisi perut adalah aksi raksasa liar, sedangkan gerakan S. 1. salah satunya adalah ksatria.

Penonton mulai mengaduk-aduk kata-kata ini dan mereka mendengar teriakan "mengisi perut diperlukan!" dan "S.l. djembel" (I). Mereka juga berulang kali berteriak bahwa lantai harus diberikan kepada saudara Thajib.

Ketika presiden S R memukul, dua pembicara S. I. diberi lantai terlebih dahulu, kemudian Achmad Thajib yang pada gilirannya ada teriakan keras: 'hidup Sarikat-Rajat'. Pembicara ini mengatakan bahwa gerakan nasionalis tentu saja tidak dapat mencapai tujuannya, karena rakyat Indonesia ditindas oleh kapitalisme internasional.

Sejauh menyangkut kerja sama yang dibayangkan oleh Sangadjie, itu tidak akan membuahkan hasil, karena Konsentrasi Radikal masa lalu juga telah hancur (tepuk tangan). Apa yang dinyatakan Sastroatmodjo adalah kebohongan, karena ibu kota Belanda datang ke Indonesia bukan karena alasan nasionalistik, tetapi untuk mengisi brankasnya sendiri.

Jelas bahwa perpisahan S. R. Kepandjen harus disalahkan dalam memimpin, karena orang-orang Kepandjen sendiri tidak percaya pada H. Achwan dalam hal keuangan. Memang ada fanatik di antara para pemimpin S. I. Dalam tindakan di mana orang juga memikirkan bagian luar, bagian dalam ditingkatkan; pembicara Susanijo menyebut tindakan seperti itu sebagai gerakan orang biadab, tetapi dia lupa bahwa dia sendiri ingin menjadi pelayan Moehammadijah

Sumber :

Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers. Geraadpleegd op Delper op 24-03-2023,