Legenda Gunung Kawi







Setelah mencapai daerah Kesamben Blitar, tepatnya di dusun Djoego, Desa Sanan, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Diperkirakan beliau sampai di Dusun Djoego ± tahun 1840, beliau di dusun Djoego ditemani sesepuh desa Sanan bernama Ki Tasiman. Setelah beliau berdiam di dusun Djoego Desa Sanan beberapa tahun antara dekade tahun 1840-1850 maka datanglah murid-muridnya yang juga putra angkat beliau yang bernama R.M. Jonet atau yang lebih dikenal dengan R.M. Iman Soedjono, beliau ini adalah salah satu dari para senopati Pangeran Diponegoro yang ikut melarikan diri ke daerah Malang selatan.

Didalam pengembaraanya beliau akhirnya menemukan seorang guru yang akhirnya dijadikan  ayah angkat saat berada didaerah Kesamben, Kabupaten Blitar. Tepatnya didusun Djoego Desa Sanan akhirnya Panembahan Eyang Djoego (Kyai Zakaria) kemudian R.M. Iman Soedjono mengikuti tinggal sementara di dusun Djoego untuk membantu Eyang Djoego dalam mengelola Padepokan Djoego akhirnya padepokan tersebut telah berkembang pesat dan. banyak pengunjung yang datang dan akhhirnya menjadi murid Kanjeng Eyang Djoego.

Beberapa tahun kemudian ± tahun 1850-1860, datanglah murid R.M. Iman Soedjono (Ki Moeridun) dari Warungasem Pekalongan, beberapa waktu kemudian oleh maha guru diperintahkan pergi ke Gunung Kawi di lereng sebelah selatan, untuk membuka wilyah baru dihutan lereng Gunung Kawi. Kanjeng Eyang Djoego berpesan bahwa di tempat baru tersebut beliau ingin dimakamkan jika sudah di panggil oleh Allah SWT, beliau juga berpesan lagi bahwa nanti tempat baru itu akan menjadi desa yang ramai dan dijadikan tempat penampungan pengungsian  dari Mataram.

.
Setelah kebutuhan perbekalan sudah dianggap cukup maka, berangkatlah rombongan itu untuk menuju arah Gunung Kawi, dalam perjalanannya banyak hal hal yang unik-unik, yang nantinya digunakan sebagai tanda pengingat tempat, cara memasuki hutan belantara banyak cara agar tidak tersesat tidak tesesat, tapak tilas ini akan dijadikan nama tempat sebagai pengingat yang akhirnya sebagai kelanjutan untuk membuka wilayah-wilayah baru nantinya, misalnya wilayah pemukiman tersebut adalah :
  1. Saat rombongan melihat "batu yang banyak dikerumuni semut sampai pertumpang-tumpang" kemudian dipakai nama tempat tersebut "Tumpang Rejo"
  2. Pada saat diperjalanan ke utara bertemu dengan jalan yang menanjak curam, didekat jalan tersebut terdapat pohon "Lo" yang besar sekali, ditempat ini karena capek maka istirahat, sambil membuat Pawon (perapian) untuk menahan dinginnya hawa di lereng gunung Kawi, kemudian dipakai nama tempat tersebut "Lopawon"
  3. Kemudian dilanjutkan ke arah utara bertemu sebuah patilasan sebuah gendok pecah, alat ini biasa digunakan untuk merebus jamu dan terbuat dari tembaga, akhirnya penemuan benda ini dipakai nama tempat yaitu  "Gendogo"
  4. Kemudian melanjutkan perjalanan ke arah barat dan setelah berjalan cukup jauh akhirnya beristirahat dan melihat pohon Bulu (sebangsa pohon apak/beringin) bersebelahan dengan pohon nangka yang pohonnya besar, kemudian nama kedua pohon ini dipakai sebagai nama tempat disebut dengan Bulu-Nangko sekarang dikenal "Blongko"
  5. Perjalanan tetap kearah barat sampai disebuah Gumuk (bukit kecil) yang puncaknya datar lalu itu ditemui dua buah pohon kelapa yang tampaknya yang satu tumbuh bercabang dua dan cabangnya tumbuh doyong (tidak tegak), sehingga tempat itu dinamakan "Klopopang"
  6. Kemudian diteruskan ke arah selatan sampai di daerah tugu (sekarang merupakan tempat untuk menyadran yang dikenal dengan nama Mbah Tugu Drono) dan diteruskan ke timur sampai berbatasan dengan hutan "Bulongko", kemudian naik keutara sampai sungai yang airnya besar sekarang ini dinamakan "Kali Gedong", lalu berjalan kebarat sampai dekat dengan sumber yang jernih dan pemandangannya indah akhirnya dinamakan "Sumbersari".
  7. Setelah menemukan tempat yang dianggap cocok untuk tempat tinggal akhirnya dilakukan sholat berjamaah dan dilakukan doa munajah, agar tempat ini oleh Allah SWT di beri kerohmatan. Dan membuka "hutan gong lewang lewung" dimulai dengan mbabati hutan (memotong pohon-pohon hutan) jadi wilayah "Babatan" dan membuat rumah-rumah tempat tinggal yang terbuat dari kayu-kayu dan dibuarlah tanah lapang yang nantinya digunakan untuk latihan kanuragan, yang nantinya dibuatkah padepokan bangunannya  besar juga baik dan jauh dari pantauan "Mataram pro Belanda", akhirnya tempat ini diberi nama "Wonosari"


ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo