Dengan
demikian maka berangkatlah RM. Iman Soedjono bersama Ki Moeridun
disertai beberapa murid Eyang Djoego berjumlah ± 40 orang, di antaranya :
- Mbah Suro Wates,
- Mbah Kaji Dulsalam (Birowo),
- Mbah Saiupan (Nyawangan),
- Mbah Kaji Kasan Anwar (Mendit-Malang),
- Mbah Suryo Ngalam Tambak Segoro,
- Mbah Tugu Drono,
- Ki Kromorejo,
- Ki Kromosari,
- Ki Haji Mustofa,
- Mbah Wono
- Mbah Dawud,
- Mbah Belo,
- Den Suryo,
- Mbah Tasiman,
- Mbah Tundonegoro,
- Mbah Bantinegoro,
- Mbah Sainem,
- Mbah Sipat / Tjan Thian (kebangsaan Cina),
- Mbah Cakar Buwono,
- Mbah Kijan / Tan Giok Tjwa (asal Ciang Ciu Hay Teng- RRC).
Setelah
kebutuhan perbekalan sudah dianggap cukup maka, berangkatlah rombongan
itu untuk menuju arah Gunung Kawi, dalam perjalanannya banyak hal hal
yang unik-unik, yang nantinya digunakan sebagai tanda pengingat tempat,
cara memasuki hutan belantara banyak cara agar tidak tersesat tidak
tesesat, tapak tilas ini akan dijadikan nama tempat sebagai pengingat
yang akhirnya sebagai kelanjutan untuk membuka wilayah-wilayah baru
nantinya, misalnya wilayah pemukiman tersebut adalah :
- Saat rombongan melihat "batu yang banyak dikerumuni semut sampai pertumpang-tumpang" kemudian dipakai nama tempat tersebut "Tumpang Rejo".
- Pada saat diperjalanan ke utara bertemu dengan jalan yang menanjak curam, didekat jalan tersebut terdapat pohon "Lo" yang besar sekali, ditempat ini karena capek maka istirahat, sambil membuat Pawon (perapian) untuk menahan dinginnya hawa di lereng gunung Kawi, kemudian dipakai nama tempat tersebut "Lopawon".
- Kemudian dilanjutkan ke arah utara bertemu sebuah patilasan sebuah gendok pecah, alat ini biasa digunakan untuk merebus jamu dan terbuat dari tembaga, akhirnya penemuan benda ini dipakai nama tempat yaitu "Gendogo".
- Kemudian melanjutkan perjalanan ke arah barat dan setelah berjalan cukup jauh akhirnya beristirahat dan melihat pohon Bulu (sebangsa pohon apak/beringin) bersebelahan dengan pohon nangka yang pohonnya besar, kemudian nama kedua pohon ini dipakai sebagai nama tempat disebut dengan Bulu-Nangko sekarang dikenal "Blongko".
- Perjalanan tetap kearah barat sampai disebuah Gumuk (bukit kecil) yang puncaknya datar lalu itu ditemui dua buah pohon kelapa yang tampaknya yang satu tumbuh bercabang dua dan cabangnya tumbuh doyong (tidak tegak), sehingga tempat itu dinamakan "Klopopang"
- Kemudian diteruskan ke arah selatan sampai di daerah tugu (sekarang merupakan tempat untuk menyadran yang dikenal dengan nama Mbah Tugu Drono) dan diteruskan ke timur sampai berbatasan dengan hutan "Bulongko", kemudian naik keutara sampai sungai yang airnya besar sekarang ini dinamakan "Kali Gedong", lalu berjalan kebarat sampai dekat dengan sumber yang jernih dan pemandangannya indah akhirnya dinamakan "Sumbersari".
- Setelah menemukan tempat yang dianggap cocok untuk tempat tinggal akhirnya dilakukan sholat berjamaah dan dilakukan doa munajah, agar tempat ini oleh Allah SWT di beri kerohmatan. Dan membuka "hutan gong lewang lewung" dimulai dengan mbabati hutan (memotong pohon-pohon hutan) jadi wilayah "Babatan" dan membuat rumah-rumah tempat tinggal yang terbuat dari kayu-kayu dan dibuarlah tanah lapang yang nantinya digunakan untuk latihan kanuragan, yang nantinya dibuatkah padepokan bangunannya besar juga baik dan jauh dari pantauan "Mataram pro Belanda", akhirnya tempat ini diberi nama "Wonosari"