Kisah Histori di Kepanjian

 

Legenda Guru Padepokan
di dusun Tegaron, Kepanjen

Oleh : Agung Cahyo Wibowo

Jembatan Metro dusun Tegaron, Panggunrejo, Kepanjen

Di tengah suasana tenang Dusun Tegaron, terdapat seorang sesepuh desa bernama Buyut Isman, seorang pria berusia 87 tahun yang dikenal sebagai petani tulen dan putra asli dusun tersebut. Dalam kesehariannya, Buyut Isman mengolah tanah dengan penuh dedikasi, tetapi di balik kesederhanaannya, ia menyimpan cerita-cerita berharga dari masa lalu yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Suatu hari, kami berkesempatan untuk bertemu dan mewawancarai Buyut Isman di gubuknya yang sederhana. Dengan suara tenang dan pandangan mata yang jauh, ia mulai bercerita tentang kisah legendaris yang pernah menggetarkan Tegaron, kisah yang ia dengar dari para leluhur desanya, terutama dari mbah-nya dahulu.

Berdirinya Padepokan Besar di Tegaron

Ratusan tahun yang lalu, di tengah-tengah Dusun Tegaron yang kini damai, berdiri sebuah padepokan besar yang dipimpin oleh seorang guru terkenal karena kesaktiannya. Padepokan ini bukan hanya tempat untuk belajar ilmu kanuragan, tetapi juga pusat spiritual yang menarik banyak pengikut dari berbagai penjuru. Guru padepokan ini memiliki pengaruh yang begitu kuat, hingga menarik perhatian pemerintahan kerajaan yang saat itu memerintah.

Pemerintahan kerajaan mulai merasa terancam dengan pengaruh yang semakin besar dari padepokan tersebut. Dikhawatirkan, kekuatan spiritual dan pengikut yang setia dapat menantang otoritas kerajaan. Maka, pada suatu hari, sebuah perintah dikeluarkan: aktivitas di padepokan harus dihentikan dan guru tersebut harus tunduk pada otoritas kerajaan.

Pada tahun 1960, Buyut Ismanyang kini berusia lanjut mengisahkan pengalaman pribadinya saat menemukan bekas patilasan sebuah padepokan kuno. Padepokan ini dulunya terletak tak jauh dari sebuah pohon beringin besar yang tumbuh megah di desa mereka. Pohon beringin itu, yang memiliki diameter sebesar 10 depa tangan orang dewasa, menjadi saksi bisu berbagai peristiwa magis dan sejarah desa.

Namun, pada tahun 1970-an, beringin besar itu ditebang orang yang menebang tidak begitu lama itu meninggal. Satu orang mengalami sakit mendadak, sementara yang satunya menderita penyakit aneh yang membuat kulitnya bersisik. Masyarakat setempat mulai mengaitkan kematian mereka dengan kehadiran pohon beringin tersebut, menimbulkan berbagai spekulasi dan cerita seram.

Dua dekade kemudian, pada tahun 1990-an, tiga batu lumpang kuno ditemukan di dekat lokasi bekas pohon beringin, tepat di bawahnya. Batu-batu ini kemudian dikumpulkan oleh penduduk desa dan ditempatkan di sebuah punden yang didirikan sebagai penghormatan terhadap sejarah dan leluhur mereka. Punden desa tersebut sekarang berdiri seadanya di dekat sungai irigasi Molek, yang alirannya memberikan kehidupan bagi lahan-lahan pertanian desa.

Perang Tanding dan Penangkapan

Namun, guru padepokan tidak begitu saja menerima perintah itu. Ia menolak untuk menutup padepokannya dan menentang intervensi kerajaan. Penolakan ini memicu perang tanding antara guru padepokan dengan pasukan kerajaan. Pertarungan berlangsung sengit, dengan guru padepokan menunjukkan semua ilmu dan kesaktiannya. Namun, pada akhirnya, pasukan kerajaan berhasil menangkapnya.

Guru padepokan ini kemudian dijatuhi hukuman mati. Namun, sebelum eksekusi dilaksanakan, terungkap bahwa ia memiliki ilmu "rawa rontek," sebuah ilmu yang konon membuatnya bisa hidup kembali setelah dibunuh.

Eksekusi yang Unik

Menyadari kesaktian ini, kerajaan memutuskan untuk memisahkan tubuhnya menjadi beberapa bagian agar ilmu tersebut tidak bisa bekerja. Eksekusi dilakukan dengan sangat hati-hati: kepala (sirah) guru padepokan dibuang ke Kuta Rajasa di Singosari, badannya (gembung) ke Desa Jenggolo, kakinya (sekel) ke Kepanjen, dan tangannya ke Panggungrejo.

Pembagian tubuh ini dilakukan dengan tujuan agar guru sakti tersebut tidak bisa bangkit kembali dan mengancam otoritas kerajaan. Lokasi-lokasi yang dipilih pun tersebar di berbagai tempat, memastikan bahwa bagian-bagian tubuhnya tidak akan pernah bersatu lagi.

Akhir Padepokan dan Pengaruhnya

Dengan kematian sang guru dan pemisahan tubuhnya, padepokan yang dulu megah dan berpengaruh di Tegaron mulai runtuh. Para muridnya, yang kehilangan pemimpin mereka, tercerai-berai. Beberapa mencoba untuk meneruskan ajaran gurunya, tetapi tanpa pemimpin yang kuat, mereka tidak mampu menjaga keutuhan padepokan.

Meski begitu, kisah tentang guru padepokan yang sakti ini tidak pernah benar-benar hilang. Para penduduk desa masih menceritakan legenda ini dari mulut ke mulut, hingga sampai ke generasi Buyut Isman. Legenda ini menjadi bagian dari identitas dan sejarah Tegaron, mengingatkan semua orang tentang masa lalu yang penuh dengan kebesaran, konflik, dan pelajaran.

Kesimpulan

Cerita yang dibagikan oleh Buyut Isman bukan hanya sekadar dongeng tua, tetapi juga cermin dari sejarah yang kaya akan intrik, spiritualitas, dan kekuasaan. Tegaron mungkin sekarang adalah desa yang tenang, tetapi di balik ketenangannya terdapat kisah-kisah luar biasa yang terus hidup dalam ingatan dan cerita rakyat.





1 komentar anda:

agungkepanjen mengatakan...

Pernahkah Anda mendengar tentang Tegaron?
Tempat yang menyimpan banyak cerita menarik dan penuh misteri ini memiliki banyak hal yang bisa diceritakan. Dari keindahan alamnya hingga kisah-kisah yang hidup di dalamnya, Tegaron adalah sebuah destinasi yang memanggil untuk dieksplorasi lebih dalam.

Apakah Anda siap untuk menambah koleksi cerita petualangan Anda? Ayo, mari kita telusuri lebih jauh dan temukan misteri yang menanti di Tegaron!

ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo