Tampil lebih istimewa dengan ditampilkan
foto-foto tempo doeloe , sejarah Malang,
dan legenda sejarah Kepanjen Malang.
Acara tersebut mengingatkan kita akan warisan sejarah
Acara tersebut mengingatkan kita akan warisan sejarah
yang kaya dan memperkuat kebanggaan
akan identitas Kabupaten Malang.
Pada hari Sabtu, tanggal 28 November 2015, DPRD Kabupaten Malang menggelar acara rapat "Paripurna Istimewa Hari Jadi Kabupaten Malang" yang ke-1255. Acara tersebut sedikit berbeda dari yang sebelumnya karena tidak hanya dihadiri oleh undangan seperti Bupati, Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Malang, Para Komandan Kesatuan TNI, Para Pejabat Sipil dan TNI di Wilayah Kabupaten Malang, Mantan Bupati dan Wakil Bupati Malang serta Mantan Ketua DPRD Kabupaten Malang, Para Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang; Ketua Tim Penggerak PKK, Ketua Dharma Wanita Persatuan, dan Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Malang, Paguyuban/Istri Pimpinan dan media, tetapi juga diundang tamu-tamu istimewa lainnya :
1. Sesepuh Kepanjen, dan Juru Kunci perawat makam situs 2. Tokoh yang melestarikan seni budaya Kabupaten
3. Dewan Kesenian Kabupaten Malang
4. Tokoh Masyarakat
karena Kabupaten Malang sedang merayakan pesta demokrasi Pilkada serentak, sehingga kekosongan pemerintahan Bupati Malang yang telah habis masa jabatannya diisi oleh seorang Penjabat Bupati Malang, yaitu Ir. Hadi Prasetyo, ME. Beliau dilantik pada tanggal 2 November 2015 oleh Gubernur Jatim, Dr. H Soekarwo, dan turut hadir serta memberikan sambutan pada acara tersebut karena berasal dari Turen. Dengan Penjabat Bupati yang baru, diharapkan pemerintahan Kabupaten Malang tetap berjalan dengan baik dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya.
Saat menunggu acara dimulai, para undangan disuguhi dengan suara musik Sitter dan gamelan yang dimainkan oleh sekelompok seniman yang didatangkan dari Jatiguwi Sumberpucung. Nuansa khas tradisional Jawa terasa begitu kuat, membuat semua tamu terbawa suasana ke dalam suasana jawa (Malang) tempo dulu, mulai dari aroma dupa hingga busana yang dikenakan para pejabat menggunakan Busana Khas "Malangan". Pada pukul 10.15 WIB, acara pun dimulai dengan dibuka oleh Wakil Ketua DPRD sebagai pimpinan rapat, yaitu Bapak Siadi, SH. Dengan suasana yang begitu meriah, acara tersebut sukses menciptakan kenangan indah bagi para undangan.
Acara diawali dengan menampilkan foto-foto tempoe doeloe yang dimulai dari saat Pendopo Kabupaten masih berada di Kota Malang, serta beberapa foto lainnya dari Kepanjen, Pakisaji, dan Sengguruh. Para undangan terbawa oleh suasana yang sakral dan terkesan dengan tampilan foto-foto tersebut yang menjadi salah satu bukti sejarah masa lalu. Foto-foto tersebut membawa kenangan akan kejayaan Kabupaten Malang pada masa lampau, sehingga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi semua pihak untuk memajukan Kabupaten Malang ke arah yang lebih baik di masa depan.
A. Tapak Tilas Kerajaan-Kerajaan di Malang,
Diceritakan oleh Ketua DPRD Kabupaten Malang, Drs Hari Sangko
--------------------bacaan Mulai-------------------------
--------------------bacaan Mulai-------------------------
Assalammu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.....
Pada kesempatan ini, bertepatan dengan acara peringatan Hari Jadi
Ke-1255 Kabupaten Malang Tahun 2015, kami akan mengingatkan kembali pada salah
satu pendiri negara kita BUNG KARNO, yang pernah berpesan agar Rakyat Indonesia
selalu mengingat sejarah “Jangan Melupakan Sejarah”
Artinya jangan sekali-kali kita meninggalkan sejarah, karena
tidak akan ada bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, kalau tidak ada
nenek moyang terdahulu.
• Tidak akan ada cerita Malang, tanpa ada
Kerajaan Kanjuruhan…..
• Tidak akan ada Kerajaan besar di Malang, kalau tidak
ada semangat Ken Arok untuk mengalahkan Kerajaan Kediri…..
• Tidak akan ada Indonesia, jika Majapahit tidak
bangkit lewat Sumpah Amukti Palapa Patih Gajahmada…..
• Tidak akan ada Negara Indonesia Merdeka, kalau rakyat
Indonesia tidak bersama-sama bangkit melawan penjajah Belanda, Jepang serta
Sekutu
• Dan seterusnya……
Hal itu menunjukkan
bahwa, kita tidak bisa lepas dari sejarah masa lalu.
• Pengungkapan sejarah masa lalu sangat diperlukan
oleh bangsa, negara bahkan orang per orang. Dengan mengetahui sejarah,
diharapkan bisa menangkap kearifan lokal/local genius, yang diperlukan
dalam melaksanakan pembangunan.
Kearifan lokal akan
memperkuat jati diri kita.
• Suatu tragedi akan terjadi, jika kita apatis terhadap
sejarah masa lalu. Mimpi buruk intergnum, suatu kondisi dimana nilai
- nilai budaya lama telah ditinggalkan oleh masyarakat, sementara nilai-nilai
baru belum ditemukan wujudnya.
Beranjak dari uraian diatas, dan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, tentang “Pemindahan Ibu Kota Kabupaten
Malang dari Wilayah Kota Malang ke Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang”,
kami mencoba untuk menelusuri jejak asal-usul cerita tapak tilas Sejarah
Kabupaten Malang dimulai dari Kerajaan Kanjuruhan sampai dengan Kerajaan
Sengguruh.
----------------------------------------------
Kerajaan Kanjuruhan :
Bukti tertulis mengenai Kerajaan Kanjuruhan adalah Prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun 682 saka atau tahun 760 M. Kerajaan Kanjuruhan berdiri di lereng sebelah timur Gunung Kawi di antara Sungai Andaka (sekarang sungai Brantas) dan Sungai Mahateru (sekarang sungai Metro). Wilayah Kerajaan Kanjuruhan adalah Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru di Kota Malang.
Daerah kekuasaan Kanjuruhan membawahi berpuluh-puluh wanua (desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Kerajaan Mataram Kuno Berpusat di Jawa Tengah
Keturunan Dewasimha dan Gajayana mundur sejalan dengan munculnya dinasti baru di daerah Kediri yaitu Balitung, Daksa, Tulodong dan Wawa yang merupakan keturunan Raja Mataram Hindu di Jawa Tengah.
Balitung (898 - 910) adalah Raja Mataram pertama yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dinasti ini memusatkan kekuasaannya di
daerah Kediri yang lebih dekat ke Jawa Tengah daripada ke bekas pusat kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan di Malang. Pada masa ini Malang hanyalah sebuah wilayah yang tidak begitu penting kedudukannya
Masa Kerajaan Kediri, Daha Dan Jenggala
Dinasti berikutnya yang menguasai Kediri setelah kemunduran Mataram Hindu adalah keturunan Sindok, Dharmawangsa, Airlangga an terakhir Kertajaya (1216 - 1222). Pada masa ini pusat kekuasaan beralih ke Daha / Jenggala sedangkan daerah Malang menjadi sebuah wilayah setingkat Kadipaten yang maju dan besar terutama sebagai dalam bidang keagamaan dan perdagangan, dipimpin oleh seorang Akuwu.
Masa Kerajaan Singosari
Singosari dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar di tanah Jawa yang disegani diseluruh Nusantara bahkan manca negara. Singosari semula adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Raja Kediri yaitu Kertajaya. Kadipaten tersebut bernama Tumapel dipimpin oleh Akuwu Tunggul Ametung yang kemudian direbut kedudukannya oleh Ken Arok. Ken Arok kemudian mengembalikan pusat kekuasaan ke daerah Malang setelah Kediri ditaklukkan. Selama 7 generasi Kerajaan Singosari berkembang pesat hingga menguasai sebagian besar wilayah Nusantara. Bahkan Raja terakhir yaitu Kertanegara mempermalukan utusan Maharaja Tiongkok Kubhilai Khan yang meminta Singosari menyerahkan kekuasaannya.
Singosari jatuh ketangan Kediri ketika sebagian besar pasukan Kertanegara melakukan ekspedisi perang hingga ke Kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Namun tidak lama kemudian pasukan Kediri berhasil dipukul mundur oleh keturunan Kertanegara yaitu Raden Wijaya yang kemudian dikenal sebagai pendiri Kerajaan Majapahit. Pada saat yang hampir bersamaan Raden Wijaya juga harus menghadapi serbuan dari armada Tiongkok yang menuntut balas atas perlakuan Raja Singosari sebelumnya (Kertanegara) terhadap utusannya. Armada Tiongkok inipun berhasil dikalahkan oleh Raden Wijaya berkat bantuan dari Penguasa Madura yaitu Arya Wiraraja.
Masa Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Amukti Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara.
Pada masa ini daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah pindah ke daerah Mojokerto/Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan seorang penguasa yang disebut Raja pula.
Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa.
Beberapa prasasti dan arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru (Telaga Ranu Gumbolo) dan juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan Gunung Bromo - Tengger - Semeru serta Gunung Arjuna adalah tempat bersemayam para Dewa dan hanya keturunan Raja yang boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7 abad.
Kerajaan Sengguruh
(lebih dikenal pada akhir Kerajaan Majapahit)
Jika benar bahwa keruntuhan Majapahit antara tahun 1518 hingga 1521 M merupakan petanda bagi akhir masa Hindu-Buddha, berarti setelah itu tak ada lagi kerajaan otonom yang berlatar Hindu atau Buddha di Jawa atau lebih luas lagi di Nusantara.
Sebagai penggantinya, hadir Kasultanan Demak di Pantura Jawa dan kasultanan-kasultanan berlatar Islam lainnya di luar Jawa.
Padahal kerajaan otonom Sengguruh yang berlatar Hindu baru ditaklukkan oleh Trenggana tahun 1545 M. Hal ini menjadi pembukti bahwa tahun 1518 hingga 1521 M bukan tarikh akhir bagi masa Hindu-Buddha, sebab hingga dua setengah dasawarsa berikutnya masih terdapat ‘kantong-kantong’ kerajaan otonom berlatar Hindu, sebuah diantaranya adalah Sengguruh (disebut juga ‘Tanjung Sengguruh’) di sub-area selatan Malang.
Kerajaan Sengguruh terbilang kuat. Hal itu dibuktikan dalam dua hal. Pertama, kerajaan Sengguruh baru berhasil ditaklukkan Demak tahun 1545 M, setelah sebagian besar penguasa otonom bercorak Hindu di Jawa Timur berhasil ditundukkan. Kedua, tradisi lokal mengkisah-kan bahwa untuk beberapa lama Sengguruh berhasil menduduki Giri, yang kala itu menjadi basis kekuasaan Islam terbesar di Jawa Timur.
Keberadaan Kerajaan Sengguruh tidak banyak diketahui, tidak terkecuali oleh warga Malang Raya sendiri. Padahal, hal itu membanggakan warga Malang, sebab menambah deret panjang pusat pemerintahan kerajaan yang berlokasi di Malang Raya.
Kerajaan Sengguruh terbilang kuat. Hal itu dibuktikan dalam dua hal. Pertama, kerajaan Sengguruh baru berhasil ditaklukkan Demak tahun 1545 M, setelah sebagian besar penguasa otonom bercorak Hindu di Jawa Timur berhasil ditundukkan. Kedua, tradisi lokal mengkisah-kan bahwa untuk beberapa lama Sengguruh berhasil menduduki Giri, yang kala itu menjadi basis kekuasaan Islam terbesar di Jawa Timur.
----------------------------------------------
Berlatar belakang dari tapak tilas kerajaan-kerajaan di Malang,
berikut ini akan diceritakan sejarah lokal Kepanjen yang sudah menjadi
Ibukota Kabupaten Malang dengan berlatar belakang Kerajaan Sengguruh (sekarang
lebih dikenal dengan nama Kadipaten Malang)
Cerita Sejarah Putri Proboretno dan Raden Panji Pulang Jiwo,
digali dari generasi tua Kepanjen dan sekitarnya,
yang telah dirangkum dan di bukukan oleh : Agung Cahyo Wibowo.
digali dari generasi tua Kepanjen dan sekitarnya,
yang telah dirangkum dan di bukukan oleh : Agung Cahyo Wibowo.
----------------------------------------------
Bermula dari kawasan Kadipaten Sengguruh atau sekarang lebih
dikenal dengan Kadipaten Malang. Pada saat itu Kadipaten Malang masuk kekuasaan
Kerajaan Mataram, oleh mataram telah digolongkan ke dalam “Brang Wetan”, yaitu
meliputi wilayah Surabaya, Pasuruan, Kediri, Panaraga, Kedu, Brebek, Pakis,
Kertasana, Ngrawa, Blitar, Trenggalek, Tulung, Madiun Caruban dan Malang
(Sengguruh) dipimpin oleh seorang Adipati.
Walaupun secara de yure kawasan Malang ditempatkan dalam kekuasaan
Mataram, namun dalam pemerintahannya berjalan secara semi-otonom. Saat Sultan Agung
wafat, maka penguasa Kadipaten Malang ingin memisahkan diri dengan Kerajaan
Mataram, tetapi raja-raja pengganti Sultan Agung masih ingin men-integrasi-kan
Kadipaten Malang.
Pusat Pemerintahan Kadipaten Malang
saat itu diperkirakan bertempat di Pakisardjo (sekarang dikenal dengan
Kecamatan Pakisaji), yang letaknya diantara “Timur Gunung Kawi” dan
“barat sungai Andaka (sekarang Sungai Brantas)”. Kadipaten Malang memiliki dua
Benteng yang berada di tepi Sungai Brantas, benteng sebelah utara berada di
Gunung Buring (Kedung Kandang), sedangkan benteng sebelah selatan berada
di “Gunung Kendeng” (sekarang Desa Jenggolo). Kedua benteng
tersebut posisinya berada di Sungai Supit Urang (yang artinya berada
dipertemuan tiga sungai).
Adipati Ronggo Tohjiwo mempunyai anak perempuan bernama “Putri
Proboretno”, dia memiliki paras yang cantik serta memiliki ilmu bela diri
yang tinggi. Adipati Ronggo Tohjiwo berkeinginan untuk melepas kekuasaan
Mataram di Kadipaten Malang, sehingga perlu mempunyai laskar yang banyak dan
kuat. Adipati Ronggo Tohjiwo Juga berharap mendapatkan panglima perang yang
sakti dan mampu memimpin pasukan perang Kadipaten Malang.
Di sisi lain, sejak kecil Putri Proboretno jarang tinggal di
Kadipaten Malang, tetapi lebih banyak tinggal di padepokan yang letaknya di
lereng Gunung Kendeng. Putri Proboretno adalah sosok putri yang cantik dan
cerdas, karena mudah menyerap ilmu yang diajarkan oleh sang guru, bahkan
akhirnya dia berhasil diberikan pusaka berupa “selendang sakti” dan keahlian
ilmu tombak.
Salah satu Punggawa Kadipaten Malang yang bernama Sumolewo,
ingin memperistri Putri Proboretno. Dia adalah seorang punggawa
Tinggi yaitu sebagai penguasa “Aris Japanan”, yang mempunyai banyak pasukan
setia.
Permasalahan keinginan Sumolewo telah disampaikan kepada
gurunya yang bernama Ki Japar Sodik. Sang guru melarang
Sumolewo, murid kesayangannya untuk menjadikan Putri Proboretno sebagai istri
dan Ki Japar Sodik berpesan, “Jangan sampai kamu menikahi Putri Proboretno,
karena nanti kamu akan dikalahkan oleh seorang kasatria yang masih muda,
berasal dari Madura, dengan ciri berambut panjang, sakti mandraguna, tidak
terkalahkan”.
Niatan Sumolewo sempat diketahui oleh Adipati Ronggo Tohjiwo,
yang akhirnya mengumpulkan patih dan beberapa punggowo kepercayaannya, untuk
mengadakan sayembara yang bunyinya, “Barang siapa yang bisa mengalahkan Putri
Proboretno pada akhir pertandingan, maka kalau laki-laki akan dijadikan suami,
kalau perempuan akan dijadikan saudaranya”.
Informasi tentang sayembara tersebut sempat di dengar oleh
Sumolewo, awalnya dia senang, karena merasa akan memenangkan sayembara, akan
tetapi ketika mengingat pesan gurunya, maka Sumolewo menjadi was-was.
Sumolewo dengan akal liciknya, mengatasnamakan Kadipaten Malang
mendukung pergerakan Mataram, dengan mencegah masuknya “pelarian pemberontak
dari Sumenep”.
Akhirnya pasukan Aris Japanan (Sumolewo) mencegat setiap orang
Madura yang akan masuk ke Kadipaten Malang (sekarang Kecamatan Lawang) dan
mencurigai orang yang mempunyai ciri-ciri seperti yang disebutkan oleh
gurunya, orang tersebut akan ditahan atau dibunuh lalu dilempar ke sungai
(sekarang disebut : Kali Getih, Kali Sorak).
Raden Panji adalah putra adipati Sumenep, yang datang ke Kadipaten
Malang, sebagai seorang pelarian yang menghindari kejaran pasukan Mataram,
dengan menyamar sebagai pedagang. Agar tidak dicurigai, maka mereka lewat
timur melalui kandang kuda (sekarang Kedung Kandang), pada saat itulah
dia mengetahui kalau Adipati Malang mengadakan sayembara.
Pada hari yang telah ditentukan, berkumpullah para pendekar dari segala penjuru
daerah, pelaksanaan sayembara berada di luar benteng Buring. Raden Panji
mencoba mendekat kerena ingin mengikuti sayembara tersebut.
Pertandingan berlangsung cukup lama, pada puncak pertandingan
tinggallah Sumolewo dan Raden Panji, pertempuran antara kedua pendekar sakti
tersebut cukup sengit, dan akhirnya dimenangkan oleh Raden Panji.
Di akhir
pertandingan, berhadapanlah Putri Proboretno dengan Raden Panji, pertempuran
yang awalnya seimbang, pada akhirnya membuat Putri Proboretno terdesak, dia
mencoba kemampuan Raden Panji dengan meloncat lalu memacu kudanya dengan
cepat untuk masuk benteng dan segera menutup pintu gerbangnya.
Raden Panji segera mengejar dengan menunggang kuda yang bernama “Sosro
Bahu”, dan pintu gerbang yang sudah di tutup, sanggup dibuka oleh
Raden Panji dan dia berhasil memenangkan sayembara . (sekarang Kuto
Bedah)
Melihat kemampuan Raden Panji, Adipati Ronggo Tohjiwo merasa puas, apa yang
diharapkan telah terwujud, yaitu mendapatkan calon menantu yang handal.
Akhirnya proses pernikahan antara Raden Panji dan Putri Proboretno
berlangsung dengan meriah, dihadiri oleh petinggi Kadipaten Malang dan undangan
dari mancanegara.
Perkawinan mereka berlangsung bahagia dan dianugrahi seorang
anak laki-laki yang diberi nama Raden Panji Wulung / Panji Saputra. Pasangan
ini tinggal di tempat penaruhan logistik para prajurit (sekarang desa Penarukan),
mereka hidup santun pada siapa saja, baik petinggi kadipaten maupun kepada
rakyat jelata.
Di sisi lain, Kerajaan Mataram mendapat informasi dari Sumolewo,
bahwa Adipati Malang menolak tunduk pada Mataram, dengan tuduhan Adipati Malang
telah mendirikan perguruan keprajuritan yang tersembunyi di taman kaputren
(sekarang desa Lumbangsari, Kecamatan Bululawang) dipimpin oleh putrinya
Proboretno untuk mempersiapkan bala tentara putri.
Pada saat bersamaan, adipati-adipati dari Brang Wetan ingin
melepaskan diri dari kekuasan Mataram. Maka Raja Mataram memerintahkan agar
seluruh adipati di Brang Wetan menghadap ke Mataram, tetapi panggilan ini tidak
dihiraukan.
Akhirnya Raja Mataram mengirim Pasukan yang dipimpin oleh
Tumenggung Surontani (Joko Bodho).
Pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung Surontani, bergerak menuju
Kadipaten Malang melalui tepi Sungai Brantas Pegunungan Kendeng. Dari
benteng tersebut, Tumenggung Surontani memberikan surat kepada Adipati
Malang.
Utusan segera menuju ke Kadipaten Malang, kebetulan Adipati sedang tidak
berada di tempat, akhirnya utusan menuju ke tempat petugas punggowo
kepanjian (sekarang kelurahan Kepanjen). Kebetulan surat dari Mataram tersebut
diterima sendiri oleh Putri Proboretno. Setelah membaca surat dari Raja
Mataram, tampak Putri Proboretno sangat marah karena dia difitnah telah membuat
kekuatan baru tentara perempuan, padahal dia hanya mengajari beberapa cantrik
wanita penjaga kaputren, bukan untuk berperang.
Putri Proboretno ingin menemui Tumenggung Surontani, dan berniat menjelaskan
tentang fitnah tersebut, akhirnya Tumenggung Surontani menjelaskan bahwa Raja
Mataram telah dilapori oleh Aris Japanan (Sumolewo) yang pada saat itu dalam
posisi meminta perlindungan dari Mataram, maka terjadilah perdebatan yang
akhirnya Putri Proboretno mengajak bertarung adu kesaktian dengan Tumenggung
Surontani.
Tumenggung Surontani sempat sedikit gentar karena “keris sakti”
andalannya tidak diperbolehkan untuk membunuh seorang wanita.
Karena Putri Proboretno terus menyerang, maka Tumenggung Surontani
terpaksa meladeni. Perkelahian berjalan tidak seimbang akhirnya Tumenggung
Surontani berhasil menancapkan kerisnya ke dada Putri Proboretno. Prajurit
segera membopong untuk memberi pertolongan.
Di Kadipaten, Adipati Ronggo Tohjiwo mendapat laporan bahwa ada
utusan dari Raja Mataram yang membawa surat, dan telah disampaikan di tempat
urusan kepanjian, maka adipati segera bergegas berangkat, dan mengajak Raden
Panji untuk menyusul putri Proboretno.
Setelah tiba di Benteng Selatan, Adipati dan Raden Panji
serta beberapa pasukan melihat Putri Proboretno sudah tergeletak tewas,
spontan Raden Panji berteriak sambil mencari Tumenggung Surontani untuk diajak
berperang.
Sementara itu, Putri Proboretno yang sudah meninggal di Makamkan di
Desa Penarukan-Kepanjen (sekarang belakang Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Malang)
Dengan menunggang kuda “Sosro Bahu”, Raden Panji mencari
Tumenggung Surontani sambil berteriak menantang untuk perang tanding, sambil
menerjang kumpulan pasukan mataram yang menghadangnya, akhirnya satu demi satu
pasukan Mataram tewas.
Bantuan pasukan Kadipaten Malang telah tiba dan ikut menyerbu
pasukan Mataram, keadaan yang tidak seimbang membuat pasukan Mataram lari masuk
ke dalam Hutan.
Melihat pasukannya banyak yang tewas dan lari ke dalam hutan,
maka Tumenggung Surontani langsung menghadang Raden Panji. Perkelahian seru
terjadi, “keris sakti” Tumenggung Surontani berhasil mengenai Raden Panji,
namun tidak dapat melukainya, melihat itu maka Tumenggung Surontani mundur
untuk menyusun kekuatan lagi dalam hutan ditepi Sungai Brantas.
Raden
Panji terus melakukan pengejaran, sampai membuat Tumenggung Surontani
terpojok, karena merasa ioni kerisnya sudah hilang, maka dia hanya
bisa bertahan dengan sisa-sisa tenaganya, akhirnya Raden Panji berhasil membunuhnya,
dan Tumenggung Surontani dimakamkan di Kadipaten Malang. (Desa Ngebruk
Kecamatan Sumberpucung, yang dikenal dengan nama makam Mbah Bodo).
Raja Mataram telah mendengar berita kematian Tumenggung
Surontani dan pengawalnya. Maka untuk membalas kematian bawahannya,
diutuslah Tumenggung Alap-alap untuk pergi ke Kadipaten Malang guna
menyelesaikan perselisihan.
Pasukan berjumlah besar yang dikirim Mataram untuk menangani gejolak di Brang
Wetan sudah berada di Kadipaten Malang, pasukan beristirahat di Kadipaten
Balitar, yang merupakan jalan persimpangan menuju arah Kadipaten Malang dan
Kadipaten Surabaya.
Pada saat itu, pimpinan pasukan Mataram sepakat untuk melakukan
negoisasi adanya gencatan senjata dan membuat buntu langkah dari Adipati Ronggo
Tohjiwo, agar mendukung kepentingan Mataram untuk expansi di Brang Wetan.
Adipati Malang yang sedang berkabung karena kematian putrinya,
dimanfaatkan oleh utusan Mataram untuk menyusun strategi.
Akhirnya, pasukan Mataram menemukan strategi untuk menangkap Raden
Panji, dengan cara
1. Pasukan Mataram membuat panggung hiburan dengan
menampilkan putri Mataram yang wajahnya mirip dengan Putri Proboretno.
2. Perwira Mataram mengundang Raden Panji, untuk
meyakinkan bahwa Putri Proboretno belum meninggal dunia.
3. Membuat jebakan berupa sumur maut di tangga tempat
duduk Putri Proboretno palsu.
Pada saat yang telah ditentukan, Raden Panji datang untuk menemui
istrinya, yang dianggapnya belum meninggal (jalan yang dilewati sekarang
bernama jalan Panji).
Rasa curiga di hati Raden Panji kepada jebakan taktik Mataram
langsung sirna, begitu melihat sosok istrinya Putri Proboretno yang sedang duduk
diatas panggung. (sekarang desa Panggungrejo)
Raden Panji langsung mendekat menuju “jalan naik ke atas panggung”,
dan masuklah Raden Panji ke jebakan lubang sumur maut yang sudah disediakan,
secara serentak puluhan prajurit datang menuju sumur maut itu untuk
membunuh Raden Panji.
Raden Panji dimakamkan di dekat makam istrinya yaitu Putri
Proboretno (di belakang Kantor Dinas Pendidikan, Desa Penarukan).
Untuk mengenang tak-tik Mataram, maka nama Raden Panji lebih
dikenal dengan nama panjangnya Raden Panji Pulang Jiwo, baik itu di
Kadipaten Malang ataupun di Kadipaten Sumenep (Raden Panji saat
kecil bernama Panji Sulung).
Dengan peristiwa terbunuhnya Raden Panji, maka pemberontakan
di Brang Wetan mulai timbul seperti Kadipaten Lumajang, Kadipaten Pasuruan dan
Kadipaten Surabaya.
Demikian sekilas cerita sejarah Putri Proboretno dan Raden Panji
Pulang Jiwo. Mudah-mudahan cerita ini bisa menginspirasi kita untuk lebih
mengenal peninggalan sejarah yang ada di sekitar kita.
Kami mengharapkan, Pemerintah Kabupaten Malang, melalui stake
holder terkait, seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendidikan,
Kantor Arsip dan Perpustakaan, dll......diharapkan dapat mengeksplor potensi
sejarah yang ada di wilayah Kabupaten Malang, bekerjasama dengan tokoh pemuda,
sejarawan, saksi-saksi sejarah, guna menggali dan mengkaji lebih mendalam
cerita dan nilai-nilai sejarah. Sehingga ke depan ada dokumen-dokumen resmi,
yang bisa dipelajari, dijadikan referensi anak cucu kita di masa-masa yang akan
datang.
Sebelum saya tutup, akan saya perkenalkan terlebih dahulu beberapa
sesepuh kepanjen dan sekitarnya, yang menjadi salah satu sumber informasi pokok
cerita sejarah Putri Proboretno dan Raden Panji Pulang Jiwo.
1. Mbah No, sebagai sumber informasi dan Juru Kunci
Makam Raden Panji Pulang Jiwo dan Putri Proboretno;
2. Mbah Supani, sebagai sumber informasi dan Juru
Kunci Makam Tumenggung Surontani (Mbah Bodho);
3. Mbah Brintik, sebagai sumber informasi,
seorang sastrawati, dan sesepuh Kepanjen;
4. Mbah Atmo Admodjo, sebagai narasumber dan
sesepuh Desa Senggreng;
5. Mbah Muslimin, sebagai narasumber dan sesepuh
Kepanjen;
6. Mbah Sa’un, sebagai narasumber dan Desa
Jenggolo;
7. Mbah Yohanes Suwoyo, sebagai penulis Majalah
“Penyebar Semangat” dari Malang;
8. Agung Cahyo Wibowo, sebagai pengumpul data,
informasi dan penulis;
Di undang pula :
- putra Alm Bpk. Evri Hendika Kurniawan,
pencipta lagu Jawa (Malang Pancen Rame), dari Kecamatan Dampit
- cucu Alm. Mbah Karimun, pencipta Tari Topeng
Malangan, dari Padepokan “Panji Asmoro Bangun” yang berasal dari Dukuh
Kedungmonggo Desa Karangpandan Kecamatan Pakisaji.
- Pelestari Topeng Malangan "Padepokan
Mangun Dharmo", dari Kecamatan Tumpang,
dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Mereka-mereka ini yang ikut berperan dalam pelestarian dan pengembangan budaya
khususnya yang ada di Kabupaten Malang.
Sekian dan terimakasih, mohon maaf apabila ada kesalahan,
kekeliruan dalam penulisan dan hal-hal yang kurang berkenan.
Wabillahitaufiqwalhidayah
Wassalammu’alaikum Wr.Wb
--------------------bacaan Selesai--------------------------
2. Sambutan Penjabat Bupati Malang
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal terkait upaya peningkatan perekonomian di Kabupaten Malang dan ide-ide mengatasi kemacetan jalan, terutama di bagian utara.
Pertama-tama, sebagai warga Kabupaten Malang, kita semua harus bersatu untuk memajukan perekonomian daerah kita. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sektor pariwisata, mengingat Kabupaten Malang memiliki banyak potensi wisata yang menarik, seperti wisata alam, sejarah, dan kuliner. Dengan memperbaiki infrastruktur dan memberikan pelayanan yang baik, diharapkan dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang datang dan pada akhirnya memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah kita.
Penguatan peran dimulai dari desa-desa untuk melaksanakan Program Nasional 'Ayo Kerja' guna meningkatkan perekonomian dan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Malang.
Pertahankan prestasi Kabupaten Malang yang berhasil meraih Piala Adipura
ke-8 untuk kategori Kota Kecil Kepanjen dengan melibatkan semua
komponen masyarakat, bukan hanya Pemerintah Kabupaten Malang saja.
sambutan yang disajikan sangat ringan, sederhana dan mudah dipahami,
tentunya dengan penyampaian yang santai (diselingi dengan humor ringan).
setelah Rapat Paripurna Istimewa selesai, acara dilanjutkan
dengan ramah tamah....
Semoga saja Forum seperti ini bisa berkelanjutan untuk menjalin
silaturahmi, antara pemerintah dan semua komponen lapisan masyarakat.....
Bravo DPRD Kabupaten Malang!!!!!