Sumolewo, yang berasal dari Gempol-Porong, bekerja sebagai Aris di
daerah Japanan-Malang di Kadipaten Malang. Ia memiliki seorang guru
bernama Ki Japar Sodik yang terkenal ahli dalam ilmu kanuragan. Ki Japar
Sodik pernah memberikan pesan kepada Sumolewo agar tidak memperistri
putri dari junjungannya, Adipati Malang. Ki Japar Sodik menekankan bahwa
apabila pesannya dilanggar, maka akan terjadi mala petaka yang
disebabkan oleh seorang laki-laki dari pulau Madura yang memakai
anting-anting dan berkumis.
Roro Ayu Proboretno adalah putri dari Adipati Malang. Ia dikenal sebagai seorang gadis yang lincah dan gemar mempelajari ilmu kanuragam. Meskipun keluarganya sering menyarankan agar ia menikah, Proboretno kerap menolak. Namun, karena desakan keluarga, ia akhirnya mengajukan syarat bahwa hanya ada seorang lelaki yang bisa mengalahkan kekuatan ilmu kanuragannya yang berhak menjadi suaminya. Adipati Malang pun mengumumkan sayembara tersebut.
Kabar mengenai sayembara yang diumumkan oleh Adipati Malang telah tersebar hingga ke luar daerah Kadipaten Malang. Sumolewo, yang sebenarnya telah dilarang oleh gurunya untuk memperistri Roro Proberetno, akhirnya berkeinginan untuk mengikuti sayembara tersebut. Namun, demi menghindari takdir kematian yang telah diprediksi oleh gurunya, ia membuat aturan bahwa orang asing yang berasal dari arah utara timur, masih muda, dan berkumis tidak boleh masuk ke daerah Kadipaten Malang. Jika ada yang memenuhi syarat tersebut, mereka akan diberhentikan. Jika mirip dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan, mereka akan langsung dibunuh dan dilemparkan ke sungai yang terletak di daerah Lawang yang dikenal dengan sebutan Kali Getih atau Kali Surak.
Roro Ayu Proboretno adalah putri dari Adipati Malang. Ia dikenal sebagai seorang gadis yang lincah dan gemar mempelajari ilmu kanuragam. Meskipun keluarganya sering menyarankan agar ia menikah, Proboretno kerap menolak. Namun, karena desakan keluarga, ia akhirnya mengajukan syarat bahwa hanya ada seorang lelaki yang bisa mengalahkan kekuatan ilmu kanuragannya yang berhak menjadi suaminya. Adipati Malang pun mengumumkan sayembara tersebut.
Kabar mengenai sayembara yang diumumkan oleh Adipati Malang telah tersebar hingga ke luar daerah Kadipaten Malang. Sumolewo, yang sebenarnya telah dilarang oleh gurunya untuk memperistri Roro Proberetno, akhirnya berkeinginan untuk mengikuti sayembara tersebut. Namun, demi menghindari takdir kematian yang telah diprediksi oleh gurunya, ia membuat aturan bahwa orang asing yang berasal dari arah utara timur, masih muda, dan berkumis tidak boleh masuk ke daerah Kadipaten Malang. Jika ada yang memenuhi syarat tersebut, mereka akan diberhentikan. Jika mirip dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan, mereka akan langsung dibunuh dan dilemparkan ke sungai yang terletak di daerah Lawang yang dikenal dengan sebutan Kali Getih atau Kali Surak.
Mendengar kabar bahwa Raden Panji tidak meninggal, maka Sumolewo merasa
takut atas pengkhianatannya yang berdampak pada meninggalnya Putri
Proboretno. Sumolewo, yang terkenal licik, mencoba menghasut Adipati
Malang agar meningkatkan keamanan kadipaten, dengan mengatakan bahwa ada
mata-mata dari Kerajaan Mataram yang menyusup. Akhirnya, Adipati Malang
memerintahkan agar jalan masuk ke Kadipaten Malang ditutup.
Dengan susah payah pulang ke Kadipaten Kepanjian Malang, Raden Panji melalui pegunungan di sebelah timur, tepatnya daerah Kedung Kandang. Saat tiba, Raden Panji disambut baik oleh Sumolewo yang memberitahunya bahwa istrinya, Proboretno, dibunuh oleh pasukan Mataram yang dipimpin oleh Surontani. Raden Panji spontan berteriak dan berjanji untuk membunuh Surontani, yang membuat Sumolewo merasa bersalah. Adipati Malang yang telah dihasut oleh Sumolewo, tidak menyadari bahwa posisinya juga terancam.
Siasat adu domba Sumolewo berhasil, dia telah melaporkan ke mata-mata Mataram bahwa kadipaten Malang akan memberontak dengan pimpinan Raden Panji (julukan baru Raden Panji Pulang Jiwo).
Akhirnya, raja Mataram mengutus Surontani untuk menyerang Kadipaten Malang. Sedangkan di pihak Kadipaten Malang, dipimpin oleh Raden Panji Pulang Jiwo atas perintah Adipati Ronggotohjiwo.
Dengan susah payah pulang ke Kadipaten Kepanjian Malang, Raden Panji melalui pegunungan di sebelah timur, tepatnya daerah Kedung Kandang. Saat tiba, Raden Panji disambut baik oleh Sumolewo yang memberitahunya bahwa istrinya, Proboretno, dibunuh oleh pasukan Mataram yang dipimpin oleh Surontani. Raden Panji spontan berteriak dan berjanji untuk membunuh Surontani, yang membuat Sumolewo merasa bersalah. Adipati Malang yang telah dihasut oleh Sumolewo, tidak menyadari bahwa posisinya juga terancam.
Siasat adu domba Sumolewo berhasil, dia telah melaporkan ke mata-mata Mataram bahwa kadipaten Malang akan memberontak dengan pimpinan Raden Panji (julukan baru Raden Panji Pulang Jiwo).
Akhirnya, raja Mataram mengutus Surontani untuk menyerang Kadipaten Malang. Sedangkan di pihak Kadipaten Malang, dipimpin oleh Raden Panji Pulang Jiwo atas perintah Adipati Ronggotohjiwo.