Dongen Panji

Cerita Rakyat Kepanjen-Malang
 Oleh : Mbah Brintik


Kota Kepanjen yang sekarang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Malang, berasal dari sejarah Panji,  yang seterusnya menjadi cerita legenda atau cerita rakyat, sebagai pengantar tidur. Dan mengenai sejarah Panji itu sendiri,  sebetulnya berasal atau berpusat di Sengguruh,  yang termasuk daerah wilayah kecamatan Kepanjen yg di bawah pemerintahan Kabupaten Malang.

Kata Panji itu sendiri,  berasal dari kata-kata priyayi. Yang priyayi itu, umumnya adalah para hamba Negara yang mempunyai kedudukan yang sangat penting dan tinggi derajatnya.
Dan para Panji itu asalnya dari para pelarian berasal dari daerah Blitar, Kediri, Doho, Lumajang,  yang terus mendirikan padepokan,  yang bernama padepokan mandala.
                Dan daerah yg bernama kota Kepanjen itu,  dulunya hanya sebagai tempat istirahat para Panji, itu,  hanya untuk sementara saja.

Kami mencoba sedikit menyadur dari tulisan mbah Brintik, tentang cerita rakyat yang berkembang di kepanjen sebelum kemerdekaan, dan apa bila ingin detailnya bisa datang langsung ke rumah beliau...


1. KETHEK OGLENG

Sejarah Panji yang seterusnya bekembang menjadi legenda cerita rakyat, sebagai seni budaya daerah Kabupaten Malang sendiri. Dan terciptalah seni budaya rakyat, yang sangat digemari masyarakatnya, yaitu seni budaya ”KETHEK OGLENG”

Seni budaya KETHEK OGLENG tersebut, sayangnya seiring dengan masuknya budaya luar makin gencar, lama-kelamaan tanpa kabar. Atau tepatnya tenggelam tertindih oleh seni budaya luar.


Dan kesenian KETHEK OGLENG itu, gambaran dari Dewi Sekartaji yang meninggalkan suaminya yaitu Raden Panji Asmara Bangun, di tengah jalan di hadang oleh kera raksasa yang sebenarnya ingin memperisteri Dewi Sekartaji, karena tergiur oleh kecantikannya. Untuk agar sang kera raksasa terlena, Dewi Sekartaji yang sudah mendapat gemblengan ilmu keberanian menghadapi rintangan itu, mengatur siasat, pura-pura menyanjung kebagusan sang kera raksasa itu, dengan menari meliuk-liuk gemulai, sambil mengeluarkan kata-kata sanjungan.

“Dhuh bathuke Raden, nonong-nonong nggantheng temen”, di jawab oleh sang kera dengan berlagak aduhai,‘’nonong banyak… dhuh wong ayu, tambah cakrakkk..”
Dijawab begitu, rayuan Dewi Sekartaji makin menjadi-jadi, membuat kera raksasa itu makin tergila-gila saja, terbuai oleh rayuan Dewi Sekartaji, yang sebetulnya hanya siasat saja, sambil menanti ada pertolongan datang, atas kekuasaan Sang Yang Widi, “mung wulune Raden, dhiwut-dhiwut timen….”

Sambil makin berlagak dan menepuk dadanya seolah-olah dia paling bagus, si kera raksasa menyombongkan dirinya.
“wulu dhiwut dhuh wong Ayu…,  tambah alus, tambah bagus..”
Karena belum ada pertolongan Sang Dewata, maka Dewi Sekartaji meneruskan sanjungannya, dengan senyum simpul, meliuk-liuk dengan sangat mempesona, membuat si kera raksasa jantungnya berdegup keras, menahan gejolak rindunya kepada Sang Dewi.
“dhuh dedege Raden, dhuwur-dhuwur temen…”
“Dedeg dhuwur dhuh wong Ayu, bagusku kesuwuuuur..”
Karena sudah tidak tahan menahan gejolak rindunya, maka si kera raksasa yang sebetulnya  adalah Jilmaan Dewa dari Suralaya itu, meloncat mendekati Sang Dewi, akan memeluk Sang Dewi.

Dan pada saat itulah datang seorang laki-laki tampan gagah, terus menendang keras sang raksasa yang sangat tekejut itu. Terjadilah peperangan kecil antara laki-laki tampan itu dengan si kera raksasa sama-sama kuat, namun karena si kera raksasa hanya mengandalkan kekuatan fisik tanpa disertai tak-taktik, akhirnya kemenangan dipihak si laki-laki gagah tampan itu. Yang laki-laki gagah tampan itu tak lain adalah Raden Panji Asmara Bangun yang menyamar sebagai orang desa, karena mencari istrinya yang pergi meninggalkannya, dari Keraton J e n g g o l o.

Berakhirlah frahmen KETHEK OGLENG sampai disitu, dengan ketemunya Dewi Sekartaji dengan Raden Panji Asmara Bangun, yang telah sama-sama terbuka samarannya. Keseniaan KETHEK OGLENG ini, sebenarnya berasal dari daerah Kediri, namun merembet ke daerah Malang, dibawa oleh para pengamen jalanan, namun lama-kelamaan malah berkembang di daerah Malang, akhirnya kesenian KETHEK OGLENG itu, malah menjadi seni budaya yang masyarakat daerah Malang, menganggap bahwa kesenian KETHEK OGLENG itu adalah milik masyarakat daerah Malang, yang sekarang menjadi Kabupaten Malang, yang berpusat di daerah Kepanjen.

Mengapa padepokan yang termasuk bagian dari daerah Kepanjen itu karena, memang para Panji yang ada di padepokan Sengguruh itu, berasal dari daerah Kediri dan Jenggolo.

Dan catatan dalam sejarah Panji yang selanjutnya tercipta seni budaya KETHEK OGLENG itu, adalah sebagai berikut:

Karena untuk menguji sampai berapa tingginya cinta Raden Panji Asmara Bangun sebagai suaminya, Dewi Sekartaji sengaja pergi meninggalkan sang suami, pergi menurut langkah kakinya saja. Tak takut oleh halangan apapun, Sang Dewi terus melangkahkan kakinya pergi terus masuk kampung keluar kampung,  bahkan sampai melewati hutanpun Sang Dewi yang sudah mendapat gemblengan keteguhan jiwa itu dihadapi dengan tak ada rasa takut sama sekali.

Disisi lain, Raden Panji Asmara Bangun yang cintanya begitu besar kepada isterinya, dengan menyamar sebagai orang desa, dicarilah sang isteri tercinta dengan penuh harapan dan tak putus asa. Tak lekang oleh sinar matahari yang panasnya sangat menyengat, tak lapuk oleh derasnya hujan, tak gentar akan segala rintangan, Raden Panji Asmara Bangun terus saja berjalan sambil merintih halus, merindukan sang isteri yang sangat dicinta sepenuh jiwanya itu.

Maka, sambil terus berjalan, bibir Raden Panji Asmara Bangun bergerak lirih, menipukan kata-kata cumbu rayu tak henti-hentinya.
“dhuh wong Ayu garwane pun kakang nimas, geneya sliramu tega ninggalake pun kakang ya nimas wong Ayu… apa sliramu pancen sengaja nantung kasetyan sarta katresnane pun kakang ta yayi wong Ayuu…?  Menyang endi paranmu terus dak tlacak, dak goleki wong Ayu, ketang nggonku kangen banget marang sliramu yayiii. Iki uga minangka kanggo mbuktekake kasetyan sarta katresnanku marang sliramu wong Ayu”

Nun disana tempat yang sangat jauh jaraknya dari Raden Panji, Dewi Sekartaji juga mengeluh, merintih, namun hanya dalam batin saja. “kakang mas, rayi pancen sengaja nanting panjenenganmu, sepira mungguh katresnan lan kesetyanmu marang ingsun Kangmas wong Sigit wong bagus.. menawa pancen panjenengan tresna banget lan gedhe kasetyanmu marang ingsun, mesti bakal panjenengan goleki menyang endi  paranku kakang mas wong bagus, kang dak tresnani lan dak nageni dhuhh Kangmas pepundhe nku ya wong bagus, susulen garwamu ikii’
                
Cerita versi KETHEK OGLENG tersebut, menggambarkan, bahwa dalam rumah tangga sebagai seni atau bumbu untuk mendapatkan lebih kokohnya terjalinnya cinta kasih antara keduanya, sering terjadi hal-hal yang tidak kesengajaan, menjadikan keduanya berbuat yang aneh-aneh. Namun akhirnya kedunya menyadari akan kesalahannya, saling memaafkan kesalahannya, dan makin besarlah cinta kasih keduanya, dengan berakur kembali, dan menambah keharmonisan serta kemesraan keduanya.

VERSI LAIN DALAM BENTUK SENI BUDAYA TENTANG CERITA PANJI


2. “ENTHIT”
                 
Selain berbentuk seni budaya yang dinamakan “KETHEK OGLENG, cerita Panji juga berbentuk seni budya yang dinamakan “ENTHIT”. Yang hal ini sering di peragakan dalam adegan seorang wanita yang bernama Ragil Kuning dari pedesaan, yang sebetulnya adalah samara dari Dewi Sekartaji yang mencari suaminya yaitu Raden Panji Asmara Bangun dari Kerajaan Kediri, yang pergi meninggalkan isterinya yaitu Dewi Sekartaji.
                
Raden Panji Asmara Bangun meninggalkan isterinya keluar dari istana Kerajaan Kediri, memang ada suatu masalah, yang orang lan tidak mengerti apa sebenarnya masalah itu. Yang jelas, disampingnya itu pula, juga sambil menguji bagaimana setelah di tinggal pergi perilaku sang istri yaitu Sang Kusumaning Ayu Dewi Sekartaji. Dalam kepergiannya itulah, Raden Panji Asmara Bangun, menyamar menjadi petani sayuran, berdiam di sebuah desa agak terpencil, dan berganti nama dengan sebutan “ENTHIT”, maka terciptalah cerita Panji berbentuk seni budaya yang namanya “ENTHIT”
                 
Dengan rasa kecewa, penasaran dan juga rasa rindu yang meluap-luap, bertekadlah Sang Dewi Sekartaji ikut meninggalkan istana, mencari suami tercinta yang sangat didambakan itu. Dalam perjalanan mencari sang suami tercinta itulah, Sang Dewi Kusumaning Ayu, berganti nama dengan Ragil kuning.
                
Cerita Panji yang berbentuk seni budaya yang dinamakan “ENTHIT” ini, sama juga dengan seni budaya yang dinamakan “KETHEK OGLENG” yang asalnya juga dari daerah Kediri, merembet ke daerah lain, termasuk daerah Malang juga. Yang terus berkembang, digemari masyarakat malah di daerah Malang sendiri, seni budaya yang dinamakan ENTHIT itu sering diperagakan dalam acara-acara tertentu.
                
Malah,  dalam adegan ini, diperagakan dengan penuh humor, karena yang berperan menjadi ENTHIT, orang yang memang berbakat menjadi pelawak. Malah pada waktu itu, seni budaya yang dinamakan “ENTHIT” ini,  direkam dalam bentuk kaset,  sudah popular dimana-mana.
               
Namun, oleh karena masyarakat daerah Malang gemar juga  akan seni budaya yang dinamakan “ENTHIT” itu memang segar sekali,  maka sering diperagakan dalam acara-acara tertentu. Karena adegan “ENTHIT” sebagai ENTHITnya diperankan oleh seorang laki-laki berbakat pelawak,  yang menjadi Ragil Kuningnya lincah kenes banyak lelewanya,  menjadikan adegan itu penuh kesegaran dan humoris saja.
            
Namun sayangnya,  tak ubahnya dengan seni budaya KETHEK OGLENG seni budaya ENTHIT juga mengalami nasib yang sama., tertindih oleh masuknya seni budaya asing dari luar,  maka hilanglah semuanya dari kehidupan masyarakat. Karena masyarakat sudah makin menggemari seni budaya asing dari luar,  yang sebetulnya tidak sesuai dengan tata cara kehidupan masyarakat bangsa Indonesia sendiri,  yang penuh sopan santun.

Adapun contoh peragaan Seni Budaya ENTHIT sebagai berikut:
             
Sedang asik-asiknya si petani sayuran yang bernama ENTHIT,  dikagetkan oleh munculnya seorang wanita sebagai wanita pedesaan namun memancarkan cahaya kecantikan yang luar biasa,  bertanya dengan kata-kata empuk dan teriring senyum manis sekali “pak taniiiiii...... ,  tahukah Pak tani ada seorang laki-laki lewat disini ya Pak Taniiii??????”
Bertanya begitu,  siwanita sambil melenggak-lenggokkan tubuhnya tangan kiri di pinggang,  tangan kanan dilambai-lambaikan kepada Pak tani,  yang oleh Pak tani dijawab dengan lagak humornya.
“yaaa....adaaa,  semenjak tadi ada disiniiiiii... orangnya bagus,  sekaliiiiiii..... ada disiniiiiiii.....hihiiikkkk”
            
Langsung si wanita itu mendekati Pak tani,  dan bertanya lagi bertubi-tubi dengan agak penasaran “manaaaa.. kok nggak ada orang lagi disini manaaa... mana paaakkk?”
             
Dengan menyombongkan dirinya karena tanaman sayurnya subur,  Pak tani menjawab dengan mengdip-ngedipkan matanya,  dan cengar-cengir “Ya saya ini orangnya..... tanaman ini semua punya sayaaa loooo...” nama saya juga keren loo... EENNN..... ENTHIT.... yahut kan????”
             
Dengan agak merengut karena merasa dipermalukan,  si wanita terus berkata bernada mengejek. “Woooo....... namanya Enthit,  kalau begitu senang ngenthit ya???” Terjadilah dialog dengan humornya,  sambil sama-sama berjoged ria (saya alihkan bahasa jawa, sesuai dengan aslinya)
oraaaaa... oraaaa.. aku ora seneng ngenthit loo aku seneng kulupsiii.. jan mak..... “nyuuussss”
“tobil-Tobil anake kadhal,  dadi aku iki ngadhepi koruptor taa wis manuta dak rangket kene thit???? Pelo,  korupsi kok kulupsiiii”
“weh,  weh,  weh lambe ndoweh,  aku seneng kulupsi kuwi ya wong ayu,  aku seneng kulup karo sambel trasiiiii..... nyamleng ta??????”
“Mbuh,  mbuh,  ra ngurus,  ra ngurus,  kowe ra bagus dak thuthuk irus” Dak takon maneh ya Thit???? Rungokna,  rungoknaaaaa gobogmuuuuuuuuuu/Nthitttttttttttt..... sing nandur timun gedhi-gedhi dawa-dawa kuwi sapa Enthittttttttt?????” Tubuh si wanita diliuk-liukkan dengan gemulai,  sambil menuding kesana-kemari,  sambil tersenyum simpul.
             
Dengan berjoged berlagak pincang,  menjawablah Enthit lucu e “Sing nandur aku ya wuk ya, peken kabeh ya wuk ya, timunku gedhiiii dowiiii lo wuuukkk wong ayu, peken kabeh,  angger di-ijoliiiiiiii”

Dengan kenesnya si wanita yang diperagakan oleh wanita cantik dan kewek itu berkomentar dan terus bertanya lagi.

“Gemang,  gemang(emoh) Enthit, aku ana sing duwe kok........”.. Enthiiiiiiitttttttt..... sing nandur jagung mblotong-mblotong kuwi sapa Enthiiiiiiittttttttttttt....?????”
“weleh,  weleh,  weleh glali leleh,  wong Ayu,  dak kandhani ya,  tegalan timun pirang-pirang hektar,  tegalan jagung,  tegalan sayuran sak alar-alar,  kae,  gumuke,  kaline,  kabeh peken wuk wong Ayuuu,  gawa-gawanen kabeh konooo,  peken kabeh ya wuk ya,  angger kowe gelem dadi b-o-j-o- kuuuuu... gono looo wong ayu. Peken kabeh..”

“Biyung,  biyuuung,  babi gak duwe siyung..... b-o-j-o iku panganan ya Thit,  buntutmu njenthiiiiiiiitttt”
            
“Wadhuuuuu... dhuuuuhhhhh,  banyu jangan jare duduuuuuhhh. Gelema ta wuuukkkkk ya????? Ora sawah,  ora tegalan,  ora gumuk,  kali aawaakku iki ya peken pisan ngono loo wong Ayuuu ya????????”
           
“iyaaaa,  aku gelem,  a nggere Enthit bisa njilma dadi Raden Panji Asmara Bangun,  aku  sumrinthiiikkkkklll...... bisa ora kowe Thittt??”
           
“Ya,  ya,  aku bisaaa,  nek perkara ngono thok... sik dak matak aji sik” Bismilla hirohmanirohkiimmm,  sun ma tak ajiku jaran mbeker jaran mbeker jaran nyongklang,  aaku ketendhang,  ngglimpaang........ sakk kala aaku njilma daadi Raden Pannji Asmara tangiiiiiiiiii”
            
“Loooo,  kok Asmara tangi,  Asmara Bangun........ kempluuuuu........” “La iya,  Asmara Bangun,  baangun rakk taangi ta?????” “iya,  iya,  aku ngerti wis,  ning aku emoooohhhh, emoohhh,  gemang...” “Looo,  loooo,  piye ta,  aku wis dadi Raden Panji Asmara Bangun kok jik gak gelem ta wong Ayuuuuuu,  aku a luwung bunuh diri,  nyemplung segara dhawet, utaawa ngendhat ngantung ana wit krokot ben....”Lo, aku emoh ki, emoh mbok tinggal kok…..”, “Ah, . Mosoooookkkkkkk.....?” “kandhAni........ kok......”
            
Sampai disinilah dengan atau fraagmen Enthit,  diakhiri yang keduaanya berjoged ria sambil bernyanyi/nembang sekenanya.... itulah seni budaya yang sumbernya dari cerita sejarah Panji,  yang sejarah Panji itu,  yang akhirnya tempat yang dulu dibuat sebagai tempat peristirahatan untuk beberapa waktu,  dari kata-kata kaum Panji,  lama-kelamaan menjadi Kepanjen,  yang sekarang menjadi pusat Pemerintahan Kabupaten Malang.


KETERANGAN
            Cerita Rakyat ini,  dikandung maksud,  agar masyarakat Kabupaten terutama yang menjadi penduduk kota Kepanjen,  mengerti akan asal usul kota Kepanjen,  yang sekarang menjadi pusat Pemerintahan Kabupaten Malang terutama bagi generasi penerus agar mencontoh sikap perilaku para Panji,  yang gagah berani,  penuh dengan jiwa kepahlawanan dan berbudi luhur. Memahami yang menjadi isi Cerita Rakyat ini,  sama dengan mengenang para leluhur yang berbudi luhur.

ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo