Legenda Kerajaan Sengguruh

Berdirinya daerah Kepanjen Malang setelah adanya Kerajaan Sengguruh, yang merupakan kerajaan kecil setingkat kadipaten pada masa Kerajaan Majapahit, membawa pengaruh besar dalam pembentukan sejarah dan budaya daerah ini. Jejak Kerajaan Sengguruh terlihat melalui pendirian padepokan besar dan keberadaan tempat peristirahatan tamu dalam bentuk pasanggrahan. Dengan mempelajari sejarah ini, kita dapat memahami akar dan perkembangan Kepanjen Malang serta menghargai warisan budaya yang kaya dalam daerah ini.






A. Hubungkan Kerajaan Sengguruh dengan Majapahit

Tidak ada konsensus di antara para ahli sejarah mengenai apakah Kerajaan Sengguruh benar-benar merupakan masa terakhir dari Kerajaan Besar Majapahit. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa Kerajaan Sengguruh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Majapahit, sedangkan yang lain berpendapat bahwa Sengguruh hanya merupakan pemerintahan setelah keruntuhan Majapahit.

Sejarah Kerajaan Majapahit sendiri telah lama dikenal sebagai salah satu kerajaan besar di Nusantara, yang menguasai sebagian besar wilayah Indonesia bagian timur pada masa itu. Namun, setelah keruntuhan Majapahit, wilayah Jawa Timur terpecah menjadi beberapa kekuatan kecil, di antaranya adalah Kerajaan Sengguruh.

Beberapa sumber sejarah seperti Babad Tanah Gresik dan Trah Brawijaya V Tedhak Pusponegaran mengatakan bahwa Adipati Sengguruh, Arya Terung, adalah putera dari Raden Kusen, Adipati Terung, dan adik seibu dari Raden Patah yang merupakan pendiri Kesultanan Demak. Hal ini menunjukkan bahwa Sengguruh memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan Kesultanan Demak yang merupakan kekuatan besar pada masa itu.

Dikisahkan bahwa Adipati Sengguruh, Arya Terung, pernah melakukan serangan ke daerah pesisir, yakni Giri. Dalam catatan sejarah itu, pasukan yang dikirim untuk menyerang Giri diketahui sebagai pasukan Terung yang dipimpin oleh Adipati Sengguruh.

Namun, tidak terdapat banyak informasi mengenai serangan ini. Tidak diketahui pula apa tujuan utama dari serangan tersebut, apakah untuk memperluas wilayah kekuasaan Sengguruh atau tujuan lainnya. Namun, dapat dipastikan bahwa Sengguruh memiliki kekuatan militer yang cukup kuat untuk dapat melakukan serangan ke wilayah pesisir seperti Giri.

Hal ini menunjukkan bahwa Sengguruh bukanlah kekuatan kecil dalam tatanan politik di Jawa Timur pada masa itu, dan pasukan Terung yang dipimpin oleh Adipati Sengguruh mungkin saja menjadi salah satu kekuatan militer yang diandalkan dalam mempertahankan atau memperluas wilayah kekuasaannya.Telah dikisahkan bahwa Adipati Sengguruh, Arya Terung, pernah melakukan serangan ke daerah pesisir, yakni Giri. Dalam catatan sejarah itu, pasukan yang dikirim untuk menyerang Giri diketahui sebagai pasukan Terung yang dipimpin oleh Adipati Sengguruh.

Namun, tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya serangan ini dan apa tujuannya. Tidak banyak informasi yang tersedia mengenai serangan ini, sehingga sulit untuk menggambarkan keadaan politik dan militer di Jawa Timur pada masa itu. Namun, dapat dipastikan bahwa Sengguruh memiliki kekuatan militer yang cukup kuat untuk dapat melakukan serangan ke wilayah pesisir seperti Giri.

Serangan ke Giri mungkin merupakan salah satu upaya Adipati Sengguruh untuk memperluas wilayah kekuasaannya atau mengamankan wilayah yang sudah dikuasainya. Dalam kondisi politik yang tidak stabil setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, para penguasa lokal saling bersaing untuk memperluas wilayah dan pengaruhnya di Jawa Timur. Oleh karena itu, serangan ke wilayah pesisir seperti Giri mungkin saja merupakan bagian dari strategi Adipati Sengguruh untuk memperluas wilayah kekuasaannya.

Adipati Sengguruh dikisahkan pernah melakukan serangan ke daerah pesisir yaitu Giri. Babad ing Gresik memberikan identitas pasukan kerajaan Sengguruh sebagai pasukan Terung dengan jabatan Adipati Sengguruh

Pasukan Sengguruh awalnya menyerang daerah Lamongan. Namun, pasukan Giri dibantu oleh 40 orang laskar Cina Muslim yang dipimpin oleh Panji Laras dan Panji Liris untuk menghadang pasukan Sengguruh. Terjadi pertempuran sengit di Lamongan dan akhirnya pasukan kerajaan Lamongan mengalami kekalahan.

Penguasa Giri, Sunan Dalem, bermimpi bertemu ayahandanya, yaitu Prabu Satmata (Sunan Giri I). Menurut mimpi tersebut, pasukan yang dipimpin oleh Adipati Sengguruh tidak perlu dilawan dan kota Giri harus ditinggalkan. Sunan Dalem kemudian memerintahkan kepala pasukannya yang bernama Jagapati untuk menghentikan pertempuran. Sunan Dalem lalu meninggalkan Giri dan mengungsi ke Gumena.

Pasukan Sengguruh terus menyerbu Giri hingga akhirnya masuk ke kompleks makam Prabhu Satmata atau Sunan Giri I. Pasukan Sengguruh berniat merusak malam Prabhu Satmata yang saat itu dijaga oleh juru kunci bernama She Grigis. Adipati Sengguruh kemudian menebas punggung She Grigis hingga juru kunci tersebut tewas.

Namun, secara tiba-tiba, sekawanan lebah keluar dari makam dan menyengat pasukan Sengguruh sehingga mereka lari tunggang langgang. Adipati Sengguruh dikisahkan disengat oleh raja lebah (tawon endhas) selama tiga hari hingga ia meratap-ratap bertaubat kepada Allah. Bahkan Adipati Sengguruh mengakui bahwa Kanjeng Sunan Prabhu Satmata adalah Wali yang Agung. Menurut Babad ing Gresik, sejak peristiwa itu Adipati Sengguruh sangat hormat kepada Prabhu Satmata. Setiap tahun, Adipati Sengguruh yang telah memeluk Agama Islam, bersama Balatentaranya, berziarah ke Giri untuk berbakti kepada Prabhu Satmata.

πŸ‘‰ BUKTI YANG DIKETEMUKAN
  1. Dari Wilayah Distrik Sungguruh, dapat dikonfirmasi bahwa terdapat peta Belanda yang mencakup area Malang selatan hingga Kesamben dan Wlingi di Kabupaten Blitar. Hal ini menunjukkan bahwa Belanda memiliki kepentingan di wilayah tersebut pada masa lalu.
  2. Benteng batas kerajaan Sengguruh yang berada di Desa Jenggolo dan Desa Sengguruh telah ditemukan, dan penulis telah mengambil beberapa batu bata besar bekas bangunan benteng dari lokasi tersebut sebagai koleksi peneliti. Namun, sebelum mengambil batu-batu tersebut, penulis memastikan untuk meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik tanah, baik yang masih hidup maupun goib. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik dengan pemilik tanah dan juga menghormati hak mereka atas benda tersebut.
  3. Dengan tekun dan hati-hati, penulis melakukan pensortiran batu bata dari lokasi Benteng Sengguruh dengan cara mengukur dimensi bata tersebut (p x l x t) dan membaginya ke dalam tiga kelompok berdasarkan ukurannya, yaitu: bata pondasi, bata tembok untuk benteng/bangunan, dan bata bekas dari candi.
  4. Setelah melakukan pensortiran batu bata dengan seksama, peneliti dengan teliti menyimpan hasil karyanya di tempat yang aman dan terlindungi, untuk mencegah kerusakan atau kehilangan yang tidak diinginkan
  5. Tak hanya menyimpan batu-batu peneliti juga mengabadikan setiap detail batu-batu tersebut dengan mengambil gambar, untuk dijadikan referensi visual dan dokumentasi yang akan berguna dalam penelitian.
Setelah penyerbuan ke Giri Kedaton gagal, Adipati Sengguruh dan Arya Terung justru mendapat hidayah dan memeluk agama Islam. Namun, situasi yang dihadapi oleh kedua adipati menjadi sulit sebagai penyebar dakwah di pedalaman. Pemberontakan yang dipimpin oleh lawan lamanya, Raden Pramana, dan dukungan yang diberikan oleh Menak Supethak, saudara Raden Pramana, semakin memperumit kondisi tersebut.

Sebagai Kepala pasukan Arya Terung dihadapkan pada tantangan besar dalam menghadapi pemberontakan tersebut. Namun, ia dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasinya, seperti membangun hubungan yang baik dengan masyarakat setempat dan memperkuat jaringan dakwahnya. Dengan begitu, Arya Terung dapat mengatasi pemberontakan tersebut dengan baik.

Tidak hanya itu, Arya Terung dapat menghubungi para ulama dan tokoh Islam lainnya untuk meminta bantuan dan dukungan dalam menghadapi pemberontakan. Ia perlu mempertimbangkan strategi yang tepat dalam menghadapi tantangan tersebut agar dapat mengatasinya dengan sukses. Dengan demikian, Arya Terung dapat memperkuat posisinya sebagai penyebar dakwah dan mencapai tujuannya dengan lebih mudah.

Sementara itu, sebagai Adipati di Pasuruan bernama Menak Supethak, ia perlu bertindak bijaksana dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan terkait dukungan pada pemberontakan di Sengguruh. Ia harus mempertimbangkan dampak tindakannya terhadap stabilitas wilayah dan kondisi masyarakat setempat. Dengan begitu, Menak Supethak dapat memilih langkah terbaik untuk mencapai tujuannya tanpa merugikan masyarakat dan stabilitas wilayah.
Kekuatan pemberontak yang bertujuan merebut Sengguruh semakin kuat dengan dukungan dari Adipati Dengkol, anak Menak Supethak, Adipati Panjer (Nila Suwarna), dan Adipati Srengat. Namun, konsekuensinya adalah terjadinya pertempuran sengit di wilayah Sengguruh. Hal ini menunjukkan kompleksitas situasi yang dihadapi oleh Arya Terung dan masyarakat setempat, yang harus mencari cara untuk mengatasi tantangan tersebut dengan bijaksana dan efektif.

Pertempuran sengit tersebut membuat Adipati Sengguruh dan sisa-sisa prajuritnya yang masih setia terdesak mundur meninggalkan Kedhaton. Namun, ia tidak menyerah begitu saja, melainkan membangun pertahanan di sekitar hilir sungai Brantas. Tindakan ini menunjukkan bahwa Adipati Sengguruh masih memiliki semangat perlawanan dan berjuang untuk melindungi wilayahnya. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan bahwa situasi di wilayah tersebut masih tegang dan memerlukan penyelesaian yang tepat agar stabilitas wilayah dapat dipulihkan.

Setelah itu, pasukan Demak menobatkan "Arya Terung" sebagai "Adipati Sengguruh" kembali dan Sengguruh kemudian berada di bawah kekuasaan Demak. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu terjadi perubahan kekuasaan di Sengguruh, di mana kekuasaan kerajaan Sengguruh jatuh ke tangan Kerajaan Demak.

Dalam kurun waktu yang amat panjang, Arya Terung menjalankan tugasnya sebagai Adipati Sengguruh hingga ajal menjemputnya di perjalanan pulang dari Ziarah ke Giri. Namun, di tengah perjalanan, rombongan peziarah tersebut disergap secara tiba-tiba oleh sisa-sisa kekuatan Panjer dan Srengat yang menghadangnya. Serangan mendadak tersebut menyebabkan Adipati Sengguruh dan sang istri meninggal dunia, serta beberapa prajurit Sengguruh terbunuh bersamanya. Terlihat bahwa pada masa itu, bahaya selalu mengintai dan tidak mengenal waktu serta tempat yang aman.

Meskipun Arya Balitar, adik kandung Adipati Sengguruh, memberikan perlawanan dengan gigih, namun upaya perlawanannya ternyata tidak berarti apa-apa. Takdir berkata lain, sebab Arya Balitar juga terbunuh tak jauh dari jenazah kakaknya. Duka yang mendalam menyelimuti keluarga dan para prajurit Sengguruh yang gugur bersama mereka.

Setelah peristiwa tragis itu, jenazah Adipati Sengguruh dan keluarganya, beserta prajurit Sengguruh yang turut gugur, kemudian dimakamkan di tepi sungai Brantas, tepatnya di Desa Rejotangan, Kadipaten Rawa (sekarang masuk Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung). Lokasi pemakaman yang dijadikan sebagai tempat peristirahatan terakhir mereka, kini menjadi bukti sejarah yang menyentuh hati dan mengingatkan kita akan perjuangan dan pengorbanan para pimpinan pejuang Islam masa lalu.
Sumber data kebenaran sejarah keberadaan seorang adipati Senggunguruh seperti di atas penulis telah melakukan penelitian lebih mendalam dengan mencoba mengumpulkan data.


πŸ‘‰ BUKTI YANG DIKETEMUKAN
Sejarah yang tercatat dengan jelas menunjukkan bahwa Malang telah beberapa kali menjadi pusat pemerintahan yang penting. Pada masa Hindu-Buddha, Malang pernah menjadi pusat dari lima kerajaan besar yang berkembang di wilayah tersebut. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Kanjuruhan pada abad ke-VIII, Mataram pada masa pemerintahan Pu Sindok pada abad ke-X, Singhasari pada abad ke-XIII, serta Majapahit di Tumapel dan Kabalan pada abad ke-XIV dan ke-XV. Selain itu, Malang juga menjadi pusat pemerintahan dari kerajaan kecil yang terkenal bernama Sengguruh pada abad ke-XVI. Kehadiran berbagai kerajaan ini memberikan bukti sejarah yang kaya dan membuat Malang menjadi salah satu kota yang sangat bersejarah di Indonesia.

Kehadiran pusat pemerintahan yang berlatar agama Hindu di Malang berakhir ketika wilayah tersebut menjadi sasaran ekspansi Kasultanan Demak pada tahun 1545. Malang Selatan atau "kantong kekuasaan Hindu terakhir Sengguruh" akhirnya jatuh ke tangan Kasultanan Demak di bawah pimpinan Trenggana. Meskipun begitu, kekuasaan Demak di Malang tidak bertahan lama dan akhirnya runtuh bersamaan dengan keruntuhan Kasultanan Demak pada masa itu. Setelah itu, Kasultanan Pajang dan Mataram menjadi penguasa yang menggantikan Kasultanan Demak di Malang. Perpindahan kekuasaan ini membawa perubahan dan dinamika baru dalam sejarah perkembangan Malang sebagai sebuah kota penting di Indonesia. bukti bukti ajaran dan kepemerintahan Kerajaan Sengguruh
1. Adanya Sumber Songo

ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo