Legenda Kepanjen Malang


Basis pertahanan Kadipaten Malang terletak di daerah perbukitan yang dilindungi oleh tiga aliran sungai yang disebut Supit Udang. Dua benteng besar, yaitu Benteng Mburing di lereng barat pegunungan Buring dan Benteng di pegunungan Kendeng di lereng utara, menjadi peninggalan dari kerajaan Sengguruh saat Raja Brawijaya 5 melarikan diri dari istana Majapahit. Benteng Mburing terletak di barat pertemuan sungai Brantas, sungai Bango, dan sungai Amprong, sedangkan Benteng di pegunungan Kendeng terletak di pertemuan sungai Brantas, sungai Metro, dan sungai Sukun. Kedua benteng ini sulit ditembus oleh musuh baik secara geografis alam maupun bangunan, dan menyebabkan situasi ini dikenal dengan julukan "dalan sing Ngalangi" (Penghalang jalan) oleh Kerajaan Mataram, serta memberikan julukan baru kepada Kerajaan Sengguruh yaitu "daerah Malang-i".

Pada masa pemerintahan awal Kasultanan Mataram, yang dipimpin oleh Panembahan Senapati, dalam kitab "Babad Tanah Jawi Pesisiran" menyebutkan bahwa wilayah Malang ditempatkan dalam kategori "Mancanegara atau Brang Wetan" oleh Mataram.

Kadipaten Malang dipimpin seorang Adipati Ronggo Toh Jiwo, yang mempunyai anak perempuan bernama Roro Proboretno berparas ayu rupawan dan memiliki ilmu kanuragan dengan keahlian menggunakan toya. Dengan kelebihan ini banyak pemuda mengagumi dan ingin mempersuntingnya.

Kedatangan kesultanan Mataram mengakibatkan situasi politik di Kadipaten kurang stabil. Prajurit yang dahulu gagah berani kini telah berada di bawah kendali raja lain. Oleh karena itu, Adipati Malang berkeinginan untuk memiliki pasukan yang kuat dan dipimpin oleh seorang panglima perang yang sakti mandraguna.

Melihat anaknya Roro Proboretno semakin dewasa, Adipati Ronggo Toh Jiwo berkeinginan untuk menikahkan putrinya dengan seorang pangeran atau seseorang yang memiliki kesaktian mandraguna. Roro Proboretno hanya akan menikah jika suaminya memiliki kedigdayaan yang setara atau lebih dengan dirinya. Dengan latar belakang inilah, Adipati membuka sayembara yang berbunyi, "Barang siapa yang bisa mengalahkan kesaktian anakku, maka akan dijadikan suaminya." Sayembara ini akhirnya cepat tersebar hingga ke luar daerah Kadipaten Malang.

Salah satu punggawa Kadipaten Malang yang bernama Sumolewo ingin memperistri Raden Proboretno. Sumolewo adalah seorang punggawa kadipaten yang terkenal sakti. Ia memiliki guru bernama Ki Japar Sodik. Gurunya pernah berpesan kepadanya, "Supaya Sumolewo tidak menikahi Proboretno karena nanti akan dikalahkan oleh seorang yang berasal dari Madura, berambut panjang, seorang ksatria yang masih muda, sakti mandraguna dan tak terkalahkan.

Karena besar keinginannya untuk memiliki Roro Proboretno, Sumolewo mencoba untuk menghadang orang yang dimaksud oleh guru Ki Japar Sodik dengan mencegat setiap orang yang akan masuk Kadipaten Malang. Setiap orang Madura yang mempunyai ciri-ciri yang dipesan gurunya, maka dibunuhnya.

Raden Panji Pulang Jiwo adalah adipati Sumenep dari Madura, datang ke Kadipaten Malang karena ingin mengikuti sayembara Adipati Proboretno. Karena tahu kalau lewat Desa Lawang maka akan ketemu Sumolewo, maka Raden Panji mencoba lewat Malang sebelah timur, tempat pemeliharaan hewan-hewan piaraan kadipaten, yang sekarang disebut Kedung Kandang. Pada akhirnya, Raden Panji tidak bisa dihadang oleh Sumolewo.


Pada hari yang ditentukan, sudah berkumpul pendekar-pendekar dari segala penjuru daerah. Maka pertandingan dimulai dengan aturan siapa yang terakhir memenangkan pertandingan akan melawan Roro Proboretno. Setelah pertandingan berlangsung cukup lama, tinggalah Sumolewo dengan Raden Panji. Pertandingan antara kedua pendekar tangguh ini cukup sengit dan akhirnya Raden Panji Pulang Jiwo sebagai pemenangnya.

Kursus Digital Marketing (web, facebook, Potoshop)

Di awalnya pertandingan, Raden Panji berhadapan dengan Pendekar Roro Proboretno. Pertandingan ini seimbang dan pada akhirnya Proboretno terdesak dan akhirnya berlari dengan menunggang kuda untuk bersembunyi di benteng patilasan kerajaan Tumapel, Setelah masuk pintu gerbang yang kuat itu ditutuplah pintu gerbang tersebut dengan tujuan Proboretno ingin bertahan.

Raden Panji segera mengejar dengan kudanya yang bernama Sosro Bahu, dan akhirnya diketahui persembunyian Proboretno. Maka dengan turun dari kuda, Raden Panji mendekati gerbang yang sudah tertutup rapat dan kokoh. Karena kesungguhan dan kesaktian Raden Panji, pintu gerbang bisa dibuka, dan akhirnya Roro Proboretno bisa dikalahkan. Karena jebol dan bis terbuka maka tempat tersebut dijuluki "benteng kuto bedah".Pernikahan yang dihadiri oleh petinggi kadipaten, petinggi mancanegara dan rakyatnya turut ikut gembira, pernikahan roro Proboretno dan raden Panji merupakan peristiwa yang meriah, banyak pertunjukan di alun-alun gelanggang dan sebagai pesta rakyat kadipaten Malang.
Pernikahan Raden Panji Pulang Jiwo dan Proboretno juga memiliki keindahan yang lebih dalam di hati sanubari mereka berdua. Hidup rukun dan bahagia dari pasangan ini memancarkan aura yang menyejukkan, sehingga siapa saja yang berada di dekat mereka ikut merasa nyaman. Bahkan, sikap santun mereka kepada petinggi maupun rakyatnya memperlihatkan betapa mulianya hati mereka. Seperti halnya cahaya yang memancar dari bintang di malam hari, pernikahan mereka membawa keindahan yang tak terlukiskan dengan lahirnya putra laki-laki yang diberi nama Raden Panji Wulung atau Raden Panji Saputra.

Di dalam lembaran sejarah kerajaan Mataram kitab “Babad Tanah Jawi Pesisiran”, terukir suatu kisah tentang Adipati Malang dan hampir seluruh adipati di Bang Wetan yang menolak untuk tunduk pada kekuasaan Mataram dengan cara tidak mau mengirim upeti. Karena dianggap sebagai makar, raja Mataram memerintahkan Ronggo Toh Jiwo untuk hadir di istana Mataram, namun panggilan ini diacuhkan saja, hingga pada akhirnya, pasukan besar yang dipimpin oleh Surontani dikirim oleh raja Mataram untuk menundukkan memberikan peringatan kepada adipati Malang.

Di tengah mendung gelap  terdengar langkah kaki kuda dan barisanpasukan yang terburu-buru memecah kesunyian jalan di hutan. Huru hara datang tak terelakkan bersama kedatangan pasukan Mataram yang menuntut upeti dari adipati Malang. Namun, tak gentar akan ancaman tersebut, adipati Malang mengirim pasukannya yang dipimpin oleh Raden Panji dan Proboretno untuk menghadapi pasukan Mataram

Kehilangan Proboretna sungguh menjadi pukulan berat bagi jiwa Raden Panji, baginya, perasaan bersalah telah menyelimuti dirinya karena tidak dapat melindungi sang istri yang seharusnya berada di Kadipaten, bukan ikut terjerat dalam masalah perang.

Melalui usaha yang gigih, para perwira Mataram menemukan strategi yang tepat dan cermat. Dalam menjalankan strategi tersebut, mereka membuat panggung dengan menempatkan seorang putri dari kerajaan Mataram yang memiliki wajah yang mirip dengan Putri Proboretno. Di depan panggung, mereka juga menyediakan jebakan sumur yang tersembunyi dengan rapat.

Dalam lantunan tembang Asmarodono, Raden Panji Pulang Jiwo terpikat oleh sosok Putri Proboretno palsu yang duduk di atas panggung, dan begitu mendekat ke jalan menuju panggung, ia tanpa sadar jatuh ke dalam jebakan lubang sumur maut. Puluhan prajurit segera mendatangi sumur tersebut untuk membunuh Raden Panji dengan dihujani panah dan tombak oleh prajurit Mataram.






ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo