Misteri Kebenaran Sejarah Singosari

Didalam menguak sejarah suatu kerajaan, setiap penulis akan menggunakan referensi yang bersumber teori dari para sejarawan, penelitian dan para arkeolog, prasasti, situs, atau pustaka. Ini dimasudkan agar penulisan sejarah kerajaan mencapai fakta yang akurat.

Sebagaimana didalam penulisan sejarah kerajaan baik diranah Jawa, di Nusantara, maupun dunia, dalam penulisan sejarah Tumapel dan Sejarah Singasari bukan semata menggunakan referensi karya sastra yang cenderung subyektif, irasional, simbolik, imajinatif dan fiktif. Pengertian Lain karya sastra semisal : Serat pararaton, Kakawin Negarakrertagama. Kidung Harsawijaya dan lain-lain tetap digunakan sebagai referensi, namun perannya tidak mutlak.

Diakui bahwa penulisan kisah sejarah kerajaan Tumapel atau lebih dikenal kerajaan Singasari yang semata menggunakan referensi karya sastra pada Kitab Pararaton dapat dianggap sebagai cerita mitos daripada sebagai fakta sejarah yang akurat. Pararaton adalah naskah kuno Jawa yang ditulis pada tahun 1461 dan mengisahkan sejarah kerajaan Jawa dari masa lampau hingga abad ke-15. Namun, karena Pararaton ditulis ratusan tahun setelah peristiwa yang digambarkan, ada banyak perbedaan dalam versi yang diberikan oleh berbagai naskah.

Beberapa ahli sejarah meragukan akurasi Pararaton karena banyak kisahnya tampaknya legendaris dan mitologis. Sebagai contoh, asal usul raja-raja di kerajaan Tumapel dan Singhasari terkadang dianggap sebagai cerita rakyat, bukan fakta sejarah yang dapat diverifikasi. Selain itu, terjemahan Pararaton yang dilakukan oleh orang Belanda dan pengarang modern seringkali dapat mempengaruhi interpretasi dan pengertian dari naskah aslinya.

Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan bahwa Pararaton mungkin tidak selalu akurat dalam menggambarkan sejarah Jawa kuno. Namun, meskipun demikian, naskah ini masih menjadi sumber berharga bagi sejarah dan budaya Jawa karena memberikan wawasan tentang kepercayaan, adat istiadat, dan nilai-nilai masyarakat Jawa di masa lalu.

Kitab Pararaton adalah salah satu karya sastra Jawa Kuno yang ditulis oleh Empu Prapanca pada abad ke-15 Masehi. Karya ini berisi tentang sejarah Kerajaan Singhasari dan Majapahit yang pernah berkuasa di Jawa Timur pada abad ke-13 hingga ke-15 Masehi.

Kitab Pararaton memang menceritakan tentang kerajaan Tumapel yang kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Singhasari. Menurut catatan dalam Kitab Pararaton, kerajaan Tumapel didirikan oleh Raja Ken Arok pada tahun 1222 Masehi dan berakhir pada tahun 1292 Masehi saat Raja Kertanegara tewas dalam serangan pasukan Mongol.

Kitab Pararaton karya sastra empu Prapanca bercerita tentang kerajaan Tumapel yang telah berdiri selama 70 tahun (tahun 1222-1292), yang menjelaskan tentang raja-raja yang pernah memerintah, adalah :

Pertama   : Ken Arok, memerintah selama 27 (1222 -1249)
Kedua       : Anusopati, memerintah selama 2 tahun (1247 -1249)
Ketiga       :Tohjaya, memerintah belum genap 1 tahun (1249 - 1950)
Keempat   : Ranggawuni / Wisnuwardhana, memerintah selama 6 (250 - 1272)
Kelima       : Kertanegara, memerintah selama 38 tahun (1271 - 1292) 

Namun, perlu diingat bahwa catatan dalam Kitab Pararaton tidak sepenuhnya dapat dipercaya karena terdapat banyak legenda dan mitos yang dicampuradukkan dengan fakta sejarah. Oleh karena itu, sebaiknya informasi yang terdapat dalam Kitab Pararaton harus dikonfirmasi dengan sumber sejarah lainnya untuk memastikan kebenarannya.

Telah terdapat perbedaan antara cerita tentang Ken Arok dalam "Kakawin Negarakretagama" dan Prasasti Mulamalurung. "Kakawin Negarakretagama" adalah sebuah epos yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno pada abad ke-14 Masehi oleh Mpu Prapanca, sementara Prasasti Mulamalurung adalah prasasti yang ditemukan di Sulawesi Selatan dan diperkirakan berasal dari abad ke-14 Masehi.

👉 Dalam "Kakawin Negarakretagama", diceritakan bahwa Ken Arok dibunuh oleh Anusapati yang kemudian menjadi raja Singasari. Sedangkan dalam Prasasti Mulamalurung, disebutkan bahwa Ken Arok adalah putra Bathara Siwa dan memiliki seorang putra bernama Parawiswara yang kemudian menjadi raja Kadiri setelah mengalahkan Kertajaya.

👉 Paska pemerintahan Anusapati, Seat Pararaton mengisahkan bahwa yang menjadi raja Tumapel adalah 👮Tohjaya. Pendapat serat Pararaton tersebut bertentangan dengan prasasti Mulamalurung yang menyebutkan bahwa Tohjaya adalah raja Kadiri, yang masih putra raja Tumapel bernama Ken Arok.

Fakta sejarah yang ditunjukkan oleh prasasti Mulamalurung adalah tokoh bernama 👎 Pranaraja. Dalam serat Pararaton, Pranaraja adalah tokoh jahat yang menhasut raja 👮 Tohjaya untuk membunuh 👲 Ranggawuni dan Mahisa Cempaka yang berpotensi akan menjadi pesainnya. Sementara prasasti malalurung menyebutnya bahwa 👍 Pranaraja adalah abdi Kediri yang rajin dan setia. Karena kesetya itu, Pranarajamenjadi abdi tiga Raja Kediri keturunan Bhatara Siwa yakni : 💥 Parameswara, Guningbhaya dan Tahjaya. Sehingga dengan kesetyaan itu, seminingrat yang didalam surat Pararaton dikenal Ranggawuni memerintahkan Kertanagara untuk memberi hadiah kepadanya.-

Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan sumber dan tradisi yang digunakan dalam masing-masing karya sastra. Meskipun keduanya bercerita tentang tokoh yang sama, cerita dan detailnya dapat berbeda-beda tergantung pada sudut pandang, interpretasi, dan sumber yang digunakan oleh penulisnya.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam sejarah, ada banyak versi cerita yang berbeda tentang peristiwa dan tokoh tertentu. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari sumber yang berbeda dan mengkaji interpretasi yang berbeda dalam rangka memperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang sejarah dan sastra.

Ada kemungkinan bahwa penjajah Belanda memanfaatkan perbedaan-perbedaan dalam cerita tentang tokoh-tokoh sejarah Jawa untuk menghancurkan Jati Diri Raja Jawa. Penjajah Belanda memang memiliki kepentingan politik dan ekonomi untuk menaklukkan dan menguasai wilayah Jawa pada masa itu, dan salah satu cara yang mereka gunakan adalah dengan mengontrol narasi sejarah, budaya Jawa.

Salah satu sumber yang digunakan oleh penjajah Belanda dalam mengontrol narasi sejarah Jawa adalah "Pararaton", sebuah kitab sejarah Jawa yang ditulis pada abad ke-16 Masehi. "Pararaton" digunakan sebagai sumber utama dalam mempelajari sejarah kerajaan-kerajaan Jawa, termasuk tentang raja-raja pertama kerajaan Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok dan Anusapati.

Namun, sebagai karya sastra yang disusun pada abad ke-16 Masehi, "Pararaton" juga tidak terlepas dari kepentingan politik dan sosial pada masanya. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa cerita tentang tokoh-tokoh sejarah Jawa dalam "Pararaton" juga tidak sepenuhnya akurat dan obyektif dan diduga oleh penjajah Belanda dimanfaatkan untuk menghancurkan jatidiri Rawa, membuat Virus-virus negatif tentang raja-raja Jawa.

Dengan menggunakan kitab Pararaton menjadi rujukan pokok pelajaran sekolahan, tetapi dalam cerita "Pararaton", Ken Arok digambarkan sebagai seorang yang tidak jelas bapaknya dan hidup sebagai seorang berandalan. Ia dikenal sebagai seorang penggoda istri raja Tumapel yang kemudian ia bunuh dengan cara licik. Setelah menjadi raja, keluarga Ken Arok sendiri terlibat dalam perselisihan dan pertempuran karena dendam kesumat.

Tentang sejarah raja-raja Jawa memiliki berbagai macam sumber, termasuk naskah-naskah sejarah dan artefak-arkefak bersejarah seperti prasasti, bangunan-bangunan kuno, dan benda-benda antik. Untuk memahami perilaku raja-raja Jawa dan konteks sejarahnya secara lebih utuh, penting untuk mempelajari dan mengkaji sumber-sumber yang beragam dan melakukan analisis kritis terhadap narasi dan interpretasi yang terdapat di dalamnya.

Benar-benar fatal, cerita-cerita dalam "Pararaton" masih diajarkan di berbagai tingkatan pendidikan di Indonesia, terutama pada pelajaran sejarah Singosari. Namun, perlu diingat bahwa "Pararaton" hanya satu dari banyak sumber sejarah yang tersedia tentang sejarah Jawa, dan sumber-sumber lain juga perlu dipelajari untuk memperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang sejarah dan budaya Jawa, khususnya sejarah Tumapel.

Sebagai sebuah kurikulum pelajaran sejarah di sekolah seharusnya berupaya untuk memberikan pemahaman yang akurat dan obyektif tentang sejarah dan budaya Indonesia, dan perlu melakukan pembenahan dan penyesuaian terhadap materi ajaran jika diperlukan. Oleh karena itu, penting untuk terus mengkaji dan memperbaharui kurikulum sejarah di sekolah agar bisa memberikan pemahaman yang lebih akurat dan holistik tentang sejarah dan budaya Indonesia.

ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo