Artikel Ilmiah
Manfaat Sungai Brantas
untuk Irigasi di Kepanjen
oleh : Agung Cahyo Wibowo
Sejarah Sungai Brantas
Sungai Brantas adalah sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo, dengan panjang sekitar 320 km. Sungai ini berhulu di mata air Sumber Brantas di lereng Gunung Arjuno, dekat Kota Batu, dan mengalir melalui berbagai kota di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Kediri, hingga Mojokerto, sebelum akhirnya bermuara di Selat Madura melalui Kali Mas dan Kali Porong.
Secara historis, Sungai Brantas memiliki peran penting sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Jawa Timur:
- Kerajaan Mataram Kuno dan Kahuripan: Raja Airlangga pada abad ke-11 membangun saluran irigasi besar dari Sungai Brantas, yang disebut Wringin Lawang, untuk mengendalikan banjir dan mengairi sawah. Ini menjadi salah satu proyek irigasi tertua di Nusantara.
- Kerajaan Majapahit: Wilayah yang dilewati Brantas menjadi pusat ekonomi dan pertanian. Sungai ini juga berfungsi sebagai jalur transportasi dan perdagangan antarwilayah.
- Kolonial Belanda: Pemerintah Hindia Belanda membangun sistem irigasi modern di sepanjang Sungai Brantas, termasuk bendungan dan kanal-kanal, untuk menunjang produksi padi dan tebu di wilayah Jawa Timur, termasuk Malang dan Kepanjen.
Sungai Brantas untuk Irigasi di Kepanjen
Kepanjen, sebagai ibu kota Kabupaten Malang, berada di wilayah yang sangat bergantung pada pertanian, terutama padi, tebu, dan hortikultura. Sungai Brantas, Sungai Metro dan Sungai Lesti, berperan penting dalam irigasi di kawasan ini.
Manfaat utama irigasi Sungai Brantas di Kepanjen digunakan untuk :
Pengairan Pertanian,
Sistem irigasi teknis dan setengah teknis dari sungai Brantas mengairi ribuan hektare sawah di Kepanjen dan sekitarnya, seperti di Kecamatan Pakisaji dan Sumberpucung.
Pengendalian Banjir dan Kekeringan
Bendungan dan saluran air yang terintegrasi dengan sistem Brantas membantu mengatur debit air saat musim hujan dan menjaga pasokan air saat musim kemarau.
Peningkatan Produktivitas Pangan
Irigasi yang stabil memungkinkan petani di Kepanjen melakukan panen 2–3 kali setahun, yang berkontribusi besar pada ketahanan pangan daerah.
Pembangunan Bendungan Sumber Taman dan Sumber Maron
Meskipun kecil, sumber-sumber ini terkoneksi atau didukung oleh sistem aliran Brantas, memperkuat sistem irigasi mikro di daerah Kepanjen.
Asal-usul dan Usia Saluran Irigasi Molek:
Sistem saluran irigasi Molek diperkirakan telah dibangun pada akhir abad ke-18, menjadikannya salah satu saluran air tertua yang masih tercatat dalam sejarah teknik irigasi Jawa Timur. Usia tua saluran ini menunjukkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengelola sumber daya air meskipun keterbatasan teknologi masih sangat kentara.
-
Pembangunan Bendungan Awal Brantas (1830):Bendungan pertama di Sungai Brantas dibangun pada tahun 1830 oleh dua tokoh lokal, Ronodjojo dan Resodjojo. Inisiatif ini menandai tonggak penting dalam sejarah pengelolaan air di wilayah tersebut, karena mulai memperlihatkan upaya sistematis dalam mengontrol dan memanfaatkan aliran sungai besar secara lebih terstruktur.
-
Teknologi dan Teknik Pengairan Tradisional:Penggunaan pipa pendek yang dialirkan melalui lipatan medan dan bendungan yang dibangun untuk mengatur aliran air di Kali Biroe dan daerah sekitarnya mencerminkan teknik tradisional yang cerdas. Meskipun belum berbasis mekanisasi, sistem tersebut sudah mempertimbangkan topografi dan pola aliran musiman.
-
Kapasitas Irigasi dan Rotasi Air:Di daerah tersebut, sistem irigasi berbasis rotasi diberlakukan karena keterbatasan debit aliran. Pada musim Barat, sistem mampu mengairi sekitar 400 bangunan pertanian, sementara pada musim Timur jumlahnya menurun menjadi sekitar 220 bangunan. Ini menunjukkan adaptasi yang fleksibel terhadap fluktuasi hidrologi musiman.
-
Masalah Teknis dan Kerusakan Struktural:Saluran Molek sering mengalami penyumbatan akibat pasir dan kerikil yang terbawa arus. Masalah sedimentasi ini menyebabkan kerusakan pada struktur bendungan dan saluran, serta menimbulkan banjir di beberapa titik, seperti di Penaroekan dan desa Kepandjen. Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya sistem pengendalian sedimen dalam desain irigasi.
-
Kegagalan dan Evaluasi Proyek Bendungan Metro (1868):Peningkatan kebutuhan lahan akibat pertumbuhan penduduk mendorong upaya pembendungan Sungai Metro di Modjosari pada 1868, namun proyek ini tidak berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa kompleksitas teknis dan kondisi geografis (seperti keberadaan jurang dalam) belum sepenuhnya dipahami atau diantisipasi saat itu.
-
Modernisasi melalui Proyek Saltet (1896–1897):Proposal irigasi oleh insinyur A.H. Saltet pada 1897 membawa pendekatan teknik yang lebih ilmiah. Proyek ini didasarkan pada asumsi kebutuhan air sebesar 2 liter per bangunan per detik (L.p.b.s.) dengan total rencana pengairan untuk 6584 bangunan. Pendekatan ini menandai awal dari sistem irigasi berbasis perhitungan hidraulik dan statistik kebutuhan air per lahan.
-
Evaluasi Empiris Kebutuhan Air:Hasil uji lapangan di Ketanen dan Kebonsari memperlihatkan bahwa pasokan air sebesar 1,5 L.p.b.s. sudah cukup untuk mendukung hasil panen yang memuaskan, menunjukkan bahwa asumsi awal sebesar 3 L.p.b.s. terlampau tinggi. Evaluasi ini berkontribusi pada efisiensi distribusi air dan penyesuaian perencanaan teknis.
-
Desain Profesional dan Manajemen Air yang Adil:Sistem distribusi air yang dirancang Saltet menggunakan prinsip satu saluran masuk per kompartemen sekunder, dilengkapi alat pengukur yang memastikan distribusi air yang adil dan terukur. Sistem ini tidak hanya efisien, tetapi juga memungkinkan pengawasan yang lebih mudah dan transparansi dalam pengendalian air.
-
Klasifikasi Kompartemen dan Skema Golongan:Pengenalan skema irigasi berbasis golongan (lingkaran kayu) memperhitungkan jumlah bangunan dalam satu unit dan kebutuhan air masing-masing. Pendekatan ini bersifat adaptif terhadap kondisi medan dan kapasitas tenaga kerja, serta memperhitungkan faktor topografi seperti jalan dan jurang dalam perencanaan.
Kesimpulan:
Kajian ini menunjukkan bahwa sistem irigasi di wilayah Brantas, meskipun berakar dari teknologi lokal tradisional, telah mengalami evolusi menuju pendekatan yang lebih ilmiah dan terstruktur. Pengembangan irigasi Molek dan bendungan Brantas merupakan bukti nyata bahwa sistem pengelolaan air yang efisien dapat dibangun melalui kolaborasi antara pengetahuan lokal dan intervensi teknis modern, meskipun tetap menghadapi tantangan alam dan sosial yang kompleks.
Literasi :
1. Delpher,
0 komentar anda:
Posting Komentar