Rumah Khas Kepanjen Sekitarnya


Kajian Sejarah dan Budaya
Oleh: Agung Cahyo Wibowo

Sketsa rumah lama di Gunung Kawi, tahun 1883


Arsitektur rumah tradisional di Kepanjen, Kabupaten Malang, merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya, sosial, dan adaptasi lingkungan masyarakat setempat. Kajian ini mengungkap karakteristik rumah tradisional yang berkembang pada abad ke-18 dan ke-19, baik dari sisi material bangunan, bentuk arsitektural, hingga fungsi sosial ruang dalam rumah. Berdasarkan data visual dan observasi lapangan dari tahun 2008–2015, ditemukan bahwa rumah-rumah tradisional di wilayah ini memiliki struktur khas berupa atap limasan atau joglo, material alami lokal, serta halaman luas yang berfungsi sebagai ruang sosial. Jurnal ini bertujuan mendokumentasikan dan membangkitkan kesadaran pelestarian warisan budaya lokal yang mulai tergerus oleh modernisasi.






Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode dokumentasi visual dan wawancara informal. Data dikumpulkan dari dokumentasi foto rumah-rumah tradisional di wilayah Kepanjen dari tahun 2008 hingga 2015, serta studi literatur sejarah dan pengamatan langsung ke beberapa desa. Salah satu rumah tertua yang terdokumentasi berasal dari tahun 1823. Foto-foto tersebut kini tersimpan sebagai koleksi di Museum Kepandjen “Dharma Wiyata”.


Hasil dan Pembahasan







Dalam beberapa panel relief, terlihat jelas penggambaran rumah dengan atap berbentuk limas bertingkat, dengan struktur penopang yang menyerupai tiang kayu dan mirip dengan bentuk joglo atau limasan yang ditemukan di rumah-rumah tradisional Kepanjen. Relief ini memperlihatkan bahwa model atap limasan bukan hanya merupakan hasil adaptasi praktis terhadap lingkungan tropis, tetapi juga bagian dari warisan arsitektur budaya Jawa sejak jaman klasik.



Kesimpulan

Rumah tradisional di Kepanjen pada abad ke-18 dan 19 merupakan perpaduan harmonis antara fungsi, estetika, dan nilai-nilai budaya. Bangunan ini bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga ruang sosial, spiritual, dan simbol identitas lokal. Pelestarian rumah-rumah ini penting tidak hanya untuk sejarah arsitektur, tetapi juga sebagai fondasi jati diri masyarakat Kepanjen yang kaya akan nilai gotong-royong, kesederhanaan, dan keberlanjutan.

Di wilayah seperti Kepanjen, bentuk arsitektur joglo mengalami transformasi kultural yang signifikan. Masyarakat agraris lokal melakukan adaptasi terhadap bentuk joglo tradisional agar lebih sesuai dengan kebutuhan fungsional dan pertimbangan ekonomis. Meskipun demikian, elemen estetika dan nilai simbolik dari arsitektur tradisional tetap dipertahankan, sehingga menciptakan harmoni antara fungsi dan keindahan.

Salah satu perbedaan mencolok antara joglo khas Mataraman dan joglo khas Kepanjen terletak pada bentuk atap limasnya yang lebih lebar pada versi Kepanjen. Perubahan ini bukan semata-mata bersifat struktural, melainkan juga mencerminkan dinamika budaya lokal yang responsif terhadap kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat setempat. Dengan demikian, variasi bentuk ini turut memperkaya keragaman arsitektur tradisional di Jawa Timur, sekaligus menjadi bukti kemampuan masyarakat dalam melestarikan nilai-nilai budaya melalui inovasi arsitektural.



Rekomendasi
  • Digitalisasi dan Arsip Visual

 


0 komentar anda:

ARTIKEL POPULER

edisi kusus

edisi kusus
Klik gambar... untuk melihat cerita, silsilah, foto keluarga Darmoredjo