Rutin Tampil di Sidang Paripurna Istimewa
HUT Kabupaten Malang
HUT Kabupaten Malang
Posted on Jawa Pos, Senin, 5 Desember 2016 by
Redaksi in Featured: Aris Syaiful Anwar
Agung Cahyo Wibowo,
warga asli Kepanjen, memiliki 600 foto dokumentasi tentang sejarah Kepanjen
tempo dulu hingga sekarang. Dia ingin menggali sejarah kepanjen dimulai dari
masa kerajaan hingga saat ini.
Seperti
apa upayanya...?
Suara azan Duhur menggema
di sekitar kawasan Kepanjen, jl Welirang 29, Kelurahan Kepanjen, Kecamatan
Kepanjen, Kamis lalu (1/12) dijalan Welirang yang berdekatan dengan pasar besar
Kepanjen, itu ada lembaga latihan dan bursa kerja “Dharma Wiyata’ milik Agung.
Saat itu, dia keluar dari
tempat tersebut untuk bergegas salat Duhur berjamaah. Tak berselang lama, dia
menemui Jawa Pos - Radar Malang dan bercerita tengah mengumpulkan dokumen
sejarah Kepanjen, mulai dari foto hingga cerita dari pelaku sejarah yang masih
hidup. Ini semua berawal pada tahun 2007 silam, yakni saat rencana perpindahan
ibu kota Kabupaten Malang ke Kepanjen”, kata alumnus STIKI Malang tahun 1993
ini.
Pria kelahiran 17 Juni
1969 yang juga direktur lembaga latihan dan bursa kerja Dharma Wiyata ini berkisah
tentang foto dokumentasinya berjumlah lebih dari 600 buah, mulai bangunan
kantor lama, sekolahan, kegiatan umum, kegiatan organisasi, jembatan, tempat
rekreasi Metro dan Gunung Kawi, perang Belanda di Malang Selatan dan
lain-lainnya. Foto-foto tersebut tersimpan rapi dirumahnya di Perum Kepanjen
Permai II blok H-9 Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Mengapa
mereka mengkoleksi foto-foto itu..?
Dia beralasan, selain
cerita dari saksi sejarah foto itu akan memperkuat sejarah Kepajen, “Siapa lagi
yang mengumpulkan foto dokumen Kepanjen, apalagi pembangunan disana-sini sangat
dinamis dan cepat”, terang alumnus SMA PGRI I Kepanjen tahun 1988 ini.
Dia juga membidik bisnis
kreatif dengan mencari ciri khas Kepanjen, mulai dari ukir dan Batik dan gaya
busananya.
Caranya mengoleksi
foto-foto itu juga tergolong nyleneh. Dia harus mendekati saksi-saksi sejarah
dengan mendatangi mereka dari rumah ke rumah, yang sebagaian besar dari
saksi-saksi sejarah itu adalah itu berusia lanjut. “Setelah mereka (sesepuh)
bercerita, saya tanyakan foto dokumentasinya, kalau ada ya saya pinjam. Tapi biasanya
diberikan begitu saja”, kata anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Sumardi
Atmodjo dan Sundanik tersebut.
Tak hanya itu, dia juga
mengeluarkan uang pribadinya agar mendapat foto dokumentasi hingga cerita
dongen tantang Kepanjen, dia enggan menyebutkan nominalnya.
Menurut dia, koleksinya
itu pun sudah empat kali berturut-turut mengisi sisi sejarah pada even HUT
Kabupaten Malang. Dia diminta membuat pameran karena Pemerintah Kabupaten Malang
tertarik dengan koleksinya. Pengalaman itu dia peroleh dengan mengajukan
proposal ke Pemkab Malang lebih dulu.
Pada Rapat Paripurna Istimewah
peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 1256 Kabupaten Malang di gedung DPRD.
Hasil karyanya dibuat dalam bentuk vidio. Itu berisi foto dokumentasi mulai
dari bangunan pemerintah, pasar, bangunan kantor polisi, busana pejabat pemerintah,
hingga kondisi Kepanjen masa kini. Belum banyak yang tahu kalau busana setiap
periode mulai tahun kemerdekaan hingga sekarang sudah mengalami perubahan.
Seperti dulu memakai blangkon hingga sekarang memakai baju putih-putih”, terang
alumnus SDN I Kepanjen tahun 1982 ini.
Dia juga menunjukkan foto
dokumentasi bangunan Mapolres Malang tempo dulu. Yakni bangunan kantor polisi
milik penjajah Belanda. Dan para pejabat mulai dari Bupati Rendra Kresna dan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang Hari Sasongko juga
ikut menyaksikan foto-foto lawas itu.
Agung juga menampilkan
narasi dalam bentuk vidio yang dia bikin. Narasi itu berasal dari sumber
wawancara langsung kepada sesepuh di Kepanjen. “Saya langsung turun
mewawancarai saksi sejarah yang masih ada, sebab didalam buku sejarah maupun
internet masih belum ada”, terang
alumnus SMPN 4 Kepanjen Malang tahun 1985 tersebut.
Menurut dia, kemampuan
itu dia latih secara otodidak. Namun, hal itu didukung dengan latar belakang
dan pekerjaan dibidang ilmu komputer. Kemudian dia membuat cerita Kepanjen
beserta foto-fotonya diblognya agar diketahui oleh banyak orang. Dari blog
itulah banyak yang menghubungi Agung. Mereka banyak yang memberi tahu jika ada
foto maupun cerita yang mereka belum dapat. “Saya belajar sendiri, mulai dari
memotret hingga menggali cerita sejarah, lalu ditulisnya sendiri”, kata suami
dari ibu Fadjar Damayanti ini.
Namun, dia mengaku belum
puas dengan kerja sosialnya itu. Makanya di menulis dua buku dengan judul
“Ruyaknya Lentera Islam di Kerajaan Sengguruh” buku itu berisikan tentang
sejarah keruntuhan Majopahit karena
perang saudara antara kerajaan Doho, Majapahit dan Demak. Kekalahan Kerajaan Mojopahit membuat Raden Brawijaya V harus melarikan
diri ke Padepokan Sengguruh (Tumapel) untuk meminta bantuan, lalu kembali
menyusun kekuatan tentaranya. Kekuatan Mojopahit pulih kembali dan menaklukkan
kerajaan Lamongan dan Giri
Kedaton. Lalu peran dari adipati Sengguruh
(Arya Terung), sebagai pimpinan pasukan, saat itu Arya Terung bertemu dengan Sunan
Giri yang akhhirnyan dia memeluk agama Islam dan menyebarkan di wilayah Sengguruh. Saya dapat data itu dari
cerita sesepuh, reverensi pustaka, patilasan dan Makam”, kata bapak tiga anak
tersebut.
Buku Berikutnya berisi
sejarah Mataram Islam yang mengalami konflik dengan kerajaan Sengguruh Malang)
dan didalam peristiwa itu munculnya cerita pahlawan yang bernama putri
Proboretno dan suaminya Raden Panji Pulang Jiwo. Peristiwa itu melatar
belakangi munculnya namanya nama-nama dusun, desa dan daerah Malang, khususnya
di Kepanjen (*/c2/Iid)