Telusuri Kepanjen Era Kerajaan
hingga Kolonial
Posted on RADAR MALANG, 11 Oktober 2014 by Redaksi in Featured : M. Roihan Rikza
hingga Kolonial
Posted on RADAR MALANG, 11 Oktober 2014 by Redaksi in Featured : M. Roihan Rikza
Selama ini, sejarah Singhasari lebih dikenal dibandingkan Kepanjen. Padahal, sejarah Kepanjen juga menarik. Karena itu lah, Agung Cahyo Wibowo berupaya mengungkap sisi menarik sejarah Kepanjen melalui tulisan dan bukti sejarah lainnya.
---------------------------------------------------------------
Malam itu, Kamis (2/10), Agung sedang bersantai di rumahnya di Perum Kepanjen Permai II Blok H-9, Kepanjen. Di rumah minimalisnya yang bercat merah, abu-abu dan hitam, terdapat dua kolam ikan yang dia bikin sendiri. Satu kolam ada di samping rumahnya dan satu lagi di dalam rumah yang berdampingan dengan ruang belajar putra-putrinya.
”Kebetulan, saya sejak kecil suka memelihara ikan. Hingga sekarang pun saya tetap memelihara dan membuat kolam sendiri,” kata pria kelahiran 17 Juni 1969 tersebut membuka pembicaraan dengan wartawan koran ini.
Selain
kolam, rumah dari suami Fajar Damayanti tersebut banyak juga memajang foto-foto
bersejarah mengenai Kepanjen. Di ruang tamunya terdapat foto Den Bagus. ”Itu
salah satu koleksi saya. Den Bagus adalah adik
bupati ke-3 yang sempat melegenda, waktu itu masih zaman penjajahan Jepang,”
ucap bapak tiga anak tersebut.
Di ruang pribadinya yang berada di lantai dua, lebih banyak lagi koleksi foto dan beberapa benda bersejarah yang ada kaitannya dengan Kepanjen. Sebenarnya, lantai dua rumahnya adalah ruang kecil sederhana yang merupakan bagian atap rumahnya. Atap tersebut kemudian dia desain menjadi sebuah ruangan khusus. ”Di ruang ini juga saya biasanya mengetik sejarah-sejarah yang saya posting di blog saya itu,” ucap alumni Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer (STIKI) Malang tersebut.
Mengenai koleksi foto-fotonya, Agung menceritakan bahwa dia mengumpulkannya sejak 2008 lalu. Waktu itu, dia bertemu dengan Ki Sholeh, pembuat Topeng Malangan asal Tumpang. Ki Sholeh bertanya kepada dirinya tentang potensi yang dimiliki Kepanjen. Namun, Agung yang kesehariannya bekerja sebagai tukang servis komputer itu hanya menyebutkan Wisata Pemandian Metro.
Karena jawaban itu, Ki Sholeh menyarankan agar menggali potensi Kepanjen dengan memulai mencari tahu asal usul kawedanan. Dari situ lah Agung yang merupakan putra daerah Kepanjen ingin menyibak tabir sejarah daerahnya yang belum terungkap selama ini. ”Tujuan saya hanya ingin menggali jati diri Kepanjen karena juga memiliki sejarah yang tidak kalah dengan Singosari. Saya menggali dengan mencoba untuk mengumpulkan foto-foto terlebih dahulu,” terang dia.
Karena jawaban itu, Ki Sholeh menyarankan agar menggali potensi Kepanjen dengan memulai mencari tahu asal usul kawedanan. Dari situ lah Agung yang merupakan putra daerah Kepanjen ingin menyibak tabir sejarah daerahnya yang belum terungkap selama ini. ”Tujuan saya hanya ingin menggali jati diri Kepanjen karena juga memiliki sejarah yang tidak kalah dengan Singosari. Saya menggali dengan mencoba untuk mengumpulkan foto-foto terlebih dahulu,” terang dia.
Saat ini, dia memiliki sekitar 400 foto sejarah Kepanjen. Di antaranya adalah foto Stasiun Kepanjen, Pasar-pasar lama dan baru, tentara yang berperang dan Tentara KNIL di Sengguruh, bangunan lama di Kepanjen, serta pembuatan kolam Pemandian Metro. Semua foto tersebut dibuat pada era kolonial.
Tidak hanya itu saja, puluhan buku yang dia simpan untuk dijadikan referensi pada blognya juga terdapat di kamarnya. Dia menulis sejarah Kepanjen di blognya ’agungkepanjen.blogspot.com’. Di blognya itu ada sejarah beberapa tempat di Kepanjen, sejarah Gunung Kawi, sejarah Pondok Ketapang, sejarah topeng Malangan.
Dalam blognya juga terdapat Legenda Kepanjen versi Mataram Islam dan Legenda Kepanjen versi Japanan. Selain itu, juga ada sejarah Kerajaan Sengguruh dan Kerajaan Jenggolo Manik yang tiba-tiba menghilang di kawasan Malang Selatan.
Dia mengungkap semua sejarah Kepanjen dengan biaya sendiri. Uang hasil kerjanya, sebagian dia sisihkan untuk mengungkap sejarah Kepanjen. ”Beberapa sejarah tentang Kepanjen lainnya juga sudah saya tulis, tapi belum sempat saya publikasikan. Ke depannya, saya tetap akan menulis dan memublikasikannya. Saya ingin menggali, meletarikan, dan mengembangkan potensi di Kepanjen,” harapnya.
Untuk mendapatkan bahan tulisan yang mengandung sejarah atau juga benda-benda bersejarah lainnya, Agung menemui sesepuh di Kepanjen dan orang-orang pintar yang dapat membantunya untuk mengumpulkan bukti sejarah. Tak cukup sampai di situ, Agung juga menelusuri beberapa makam bersejarah dan situs untuk bisa mengungkap sejarah Kepanjen. Salah satu lokasi yang sempat dia kunjungi hingga tiga hari tiga malam itu adalah situs yang berada di Jenggolo.
”Saya bertanya tentang sejarah situs di Jenggolo kepada juru kunci. Setelah saya berjalan-jalan ke persawahan warga, tiba-tiba ada seseorang yang tidak saya kenal mendatangi. Lalu, dia memberikan batu bata yang ukurannya tidak lumrah,” terangnya sambil menunjukkan batu bata yang dia bungkus dengan plastik bening itu.