Kajian Linguistik dan Historis atas Nama Kerajaan "Tumapel"
Abstrak
Abstraction
This study aims to examine the etymological and contextual origins and history of the word "Tumapel" as a marker of identity and existence of a kingdom that would later become the forerunner of the Singhasari Kingdom. Through a philological approach to Old Javanese and New Javanese lexicons, as well as historical contextual interpretation, this research seeks to investigate the origin of the name "Tumapel" and its significance within the socio-political structure of 13th-century East Java. The findings of the study indicate that the term "Tumapel" carries a compound meaning that represents its autonomous, strategic, yet problematic position within the feudal power structure of the time.
Pendahuluan
Menurut kronik Pararaton dan berbagai prasasti yang ditemukan di sekitar Malang Raya, wilayah Tumapel awalnya merupakan daerah bawahan dari Kerajaan Panjalu (Kadiri). Namun, pasca kemenangan Ken Angrok atas Kertajaya di Ganter pada tahun 1222, Tumapel menjelma menjadi pusat kekuasaan baru yang menandai runtuhnya hegemoni Kadiri dan kelahiran Kerajaan Tumapel.
Metode Kajian
Kerajaan Tumapel merupakan salah satu entitas politik penting dalam sejarah Nusantara, terutama di wilayah Jawa Timur pada abad ke-13. Terletak di lereng Gunung Kawi, Tumapel menjadi awal mula lahirnya Dinasti Rajasa yang kelak mendirikan Kerajaan Tumapel / Singhasari. Namun, di balik narasi historis ini, terdapat pertanyaan fundamental: Apa makna dari nama Tumapel itu sendiri ..? Apakah nama tersebut sekedar penanda geografis, ataukah menyimpan makna simbolis terkait struktur kekuasaan, konflik, dan legitimasi?
Kajian ini bertolak dari asumsi bahwa nama suatu kerajaan bukanlah kebetulan linguistik belaka, melainkan konstruksi sosial-budaya yang mencerminkan dinamika kekuasaan, relasi antar wilayah, serta pandangan kosmologis masyarakat pada masanya.
Latar Belakang Historis

Ken Angrok, yang kemudian bergelar Rangga Rajasa Sang Girinathaputra, mendapatkan dukungan dari para Brahmana dan rakyat Tumapel, menjadikan wilayah ini sebagai basis legitimasi religio-politik terhadap kekuasaan baru yang dia dirikan.
Metode Kajian
Kajian ini menggunakan pendekatan filologis dan historis-konseptual:
- Filologis: Penelusuran terhadap leksikon dalam kamus-kamus Jawa Kuna (Kawi) dan Jawa Baru untuk menemukan kemungkinan makna kata Tumapel.
- Konseptual Historis: Penafsiran makna kata dalam konteks sosial-politik kerajaan kecil di era pra-Majapahit.
- Analisis Simbolik dan Lokalitas: Mengaitkan hasil tafsir dengan kondisi lokal, budaya, dan dinamika wilayah perbatasan.
2. Makna "Tuma" + "Pel": Gangguan yang Harus Dibersihkan
3. Makna "Tumapeh": Anggodha / Pengganggu
Diskusi dan Sintesis
- Dimensi Perlawanan: Tumapel dipersepsikan sebagai wilayah rebel yang keluar dari struktur kekuasaan lama.
- Dimensi Transformasi: Dari “gangguan” menjadi pusat kekuasaan – perubahan status politik yang tajam.
- Dimensi Strategis-Geopolitik: Letaknya di perbatasan menjadikannya kunci pertahanan dan pengawasan terhadap musuh maupun integrasi wilayah.
Dengan demikian, nama Tumapel bukan sekadar label geografis, melainkan representasi simbolik dari dinamika politik lokal yang berujung pada pembentukan kerajaan besar.
Kesimpulan
Pemahaman ini penting untuk merekonstruksi sejarah lokal dengan pendekatan yang lebih kritis dan multidimensi. Ke depan, penelitian lanjutan berbasis prasasti, Karya sastra, dan budaya lisan lokal sangat diperlukan untuk memperkuat validitas historis dari hipotesis etimologis ini.
Daftar Pustaka
0 komentar anda:
Posting Komentar